Mengenal Tirta Lie dan Cintanya Terhadap Bakmi
Bagaimana nama Tirta Lie bisa menjadi erat dengan semangkuk bakmie dan menjadi salah satu sosok yang terpercaya lidahnya di perkulineran Indonesia.
Bicara bakmie berarti bicara tentang Tirta Lie, pria yang bisa kami bilang sebagai “kamus berjalan” kalau soal perbakmian di Indonesia. Lebih dari dua ribu lokasi bakmi dan mie telah Ia cicipi, dari yang berupa restoran sampai kedai sederhana juga tak luput dari incarannya. Tapi sejak awal sosok yang akrab dipanggil Koh Tirta ini sama sekali tidak punya rencana apalagi dikenal sebagai pakar bakmie. “Latar belakang saya itu keluarga pengusaha. Saya sendiri sekolah manajemen di Jepang.” Terang pria yang sudah berusia 50 tahun ini. “Yang jadi awal dari semuanya adalah kegemaran bermain sepeda.” Sejak tahun 2005, Koh Tirta sudah gemar keliling Jakarta pakai sepeda sebelum tren sepedaan ramai seperti sekarang. “Saya bisa keliling dari pagi sekali sampai ke mana-mana. Rumah saya di Gajah Mada, tapi sepedaan bisa sampai ke Lebak Bulus.” Terangnya. “Nah, biasanya habis sepedaan pasti lapar toh pagi-pagi? Mau makan nasi uduk terlalu kenyang. Mau makan bubur saya agak bosan. Apa makanan yang buka pagi dan pas porsinya? Bakmie.” Bakmie pun jadi kegemaran Tirta Lie sebagai sarapan yang Ia santap ketika bersepeda.
Jarak yang ditempuhnya cukup jauh keliling kota, sehingga ia punya kesempatan untuk mencicipi bermacam-macam bakmie. Tapi yang justru menjadi awal dirinya mulai dikenal, adalah ketika Koh Tirta iseng dan dengan inisiatif pribadi mengunggah foto-foto tempat bakmie yang selama ini Ia cicipi di akun Facebook miliknya. “Tiba-tiba jadi ramai dan dilihat banyak orang, kaget saya!” Jelasnya sambil tertawa. Pamornya pun makin meledak saat Ia masuk ke dalam dunia blogging. “Saya kaget bukan main ternyata blog saya perhari bisa dibaca oleh ribuan orang. Bahkan ada anak muda yang bilang ke saya kalau blog soal mie saya itu jadi bacaan anak-anak Indonesia yang sekolah di luar negeri.” Terangnya dengan ekspresi yang seakan sampai detik ini Ia masih tidak percaya.
Sampai kurun waktu 2014, Tirta Lie sudah menicipi sekitar dua ribu tempat bakmie. Inilah yang akhirnya membuatnya mendapatkan penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai orang yang paling banyak mencoba bakmie di Indonesia. Penghargaan MURI ini mengubah semuanya bagi Tirta Lie. Namanya semakin ramai di kalangan pencinta makanan di Indonesia, terlebih mereka yang gemar bakmie. “Sebegitu Sukanya orang Indonesia dengan bakmie ternyata.” Ujarnya setelah menyadari respon yang begitu besar. Tirta Lie sendiri mengakui, bahwa Indonesia adalah konsumen mie terbesar kedua di dunia setelah Cina. Selain itu, ragam mie yang ada di Indonesia bisa dibilang terbesar juga di dunia dengan Jakarta menjadi pusat dari semuanya. “Jakarta itu kota pusat bakmie dan mie di Indonesia. Semua jenis bakmie mulai dari Bakmie Medan, Bakmie Bangka, Mie Aceh, Soto Mie, Bakmie Titi, semuanya ada di Jakarta!” Lontarnya dengan penuh semangat.
Hal inipun yang akhirnya membuat Tirta Lie kembali lagi melakukan sebuah inisiatif sendiri, yaitu memberikan piagam dari dirinya sebagai bentuk apresiasi untuk tempat bakmie yang Ia rasa layak dari segi rasa dan kualitas. “Nggak semuanya mau tuh awalnya. Tapi sekarang justru pada ngejer-ngejer.” Sambil tertawa mengingat masa-masa awal itu. Ia tidak patah semangat. Satu persatu tempat bakmie yang Ia kunjungi mau menerima piagam tersebut, hingga lama-lama piagam Tirta Lie menjadi yang paling dinanti oleh toko bakmie. “Kuncinya adalah rasa saling menghormati.” Terangnya. Koh Tirta tahu, hubungan yang didasari oleh ketulusan dan respek bisa berumur panjang dan saling menguntungan di kemudian hari. Hubungannya yang sudah baik dan didasari kepercayaan dan independensi ini yang akhirnya dibawa ke tingkat lanjut oleh Tirta Lie, yakni dalam bentuk kerjasama. “Tahun 2017 adalah pertama kalinya saya membuat mie festival. Yaitu di MOI Kelapa Gading. Tempatnya padahal bukan di lokasi yang premium, namun kami semua (termasuk pengelola gedung) sangat terkejut ketika selama festival kami bisa membawa lebih dari 50,000 orang ke sini. Luar biasa!” Hal ini betul-betul di luar yang dibayangkan oleh Tirta Lie. “Jalanan sampai macet, haha.”
Kesuksesan festival bakmie Tirta Lie yang pertama ini berbuah manis dengan hadirnya festival-festival bakmie lainnya yang Ia kelola di seantero Jakarta. Mulai dari wilayah Pantai Mutiara di Jakarta Utara sampai Gandaria di Jakarta Selatan tak luput dari sentuhan Tirta Lie membawa puluhan penjaja bakmie dari berbagai wilayah di Jakarta yang Ia kurasi. Ia berhasil melakukan hal yang tidak pernah dilakukan oleh siapapun di Jakarta: Yaitu mengumpulkan penjaja bakmie yang berbeda-beda dalam satu atap. Bukan hanya itu saja, mereka yang cenderung ortodok dan old-school juga akhirnya belajar beradaptasi dengan pola konsumsi masyarakat generasi modern yang sudah bermacam-macam, mulai dari cara transaksi cashless sampai keinginan untuk cita rasa yang lebih beragam. “Dengan ikut festival saya, mereka akhirnya jadi terbuka matanya. Kan selama ini penjual bakmi sudah berpuluh-puluh tahun merasa aman. Nah, di festival itulah mereka bisa lihat kalau orang lebih prefer cashless, demand lebih macam-macam, dan lain sebagainya.”
Pada dasarnya, yang dilakukan oleh Tirta Lie bukan saja memberikan kesempatan untuk mereka yang selama ini tak terlihat untuk dikenal ke permukaan, namun juga membentuk sebuah komunitas baru yang selama ini mungkin berjalan sendiri-sendiri. “Ke depannya, saya sudah ada lokasi untuk food court bakmie sendiri di jalan Juanda Jakarta Pusat dekat stasiun. Semoga untuk berikutnya bisa tercapai lagi rencana-rencana besar yang tertunda di tahun 2020 karena pandemi.”