The Journey of Namelaka

Perjuangan Ivan Setyawan dan Yoan Tjahyadi membangun Namelaka d hingga jadi salah satu patisserie terbaik di Jakarta.

Ivan Setyawan dan Yoan Tjahjadi membuktikan kalau determinasi yang kuat sangat dibutuhkan untuk membangun bisnis, bukan hanya passion.

Ivan Setyawan dan Yoan Tjahjadi membuktikan kalau determinasi yang kuat sangat dibutuhkan untuk membangun bisnis, bukan hanya passion.

Ketika kembali ke Indonesia tahun 2016, semuanya serba baru buat pasangan Yoan Tjahjadi dan Ivan Setyawan. Setelah mereka mengenyam pendidikan kuliner di William Angliss Institute dan bekerja di beberapa dapur di Kota Melbourne, Jakarta jadi destinasi selanjutnya. Tapi mereka tidak pulang ke Jakarta dengan segalanya sudah siap, tidak. Jakarta menjadi babak baru bagi Ivan dan Yoan, terutama Ivan yang sering berpindah-pindah. "Kami betul-betul merasakan culture shock. Tidak ada tuh namanya teman di industri makanan, tidak ada satu orang pun yang kami kenal di dunia makan dan minum di Jakarta." Terang Ivan. Mereka kembali ke Jakarta dengan berbekal semangat untuk membuat aneka pastry yang dengan mudah mereka nikmati di Melbourne.

Australia sendiri selama satu dekade terakhir memang sedang mengalami kebangkitan kuliner yang luar biasa. Posisinya sebagai destinasi gastronomi dunia tak terbantahkan dengan tawaran pengalaman makan dan minum yang membentang dari perkebunan anggur, peternakan, hingga lanskap restoran yang menawarkan makanan dari berbagai penjuru dunia yang hadir dengan aneka konsep mulai dari kaki lima sampai fine dining. Untuk urusan pastry dan dessert, Australia juga tidak ketinggalan. Nama-nama seperti Adriano Zumbo, Kristen Tibbals, Darren Purchese, mulai dikenal sebagai bintang dunia makanan manis. Dari modern pastry shop ala Paris, hingga cafe yang menyajikan ragam boulangerie tersebar di penjuru Australia, dan kota Melbourne jadi salah satu yang terdepan.

Tahun 2016 saat Namelaka masih berjualan di bazaar makanan.

Tahun 2016 saat Namelaka masih berjualan di bazaar makanan.

Pertama kali tiba di Jakarta, kedua pasangan ini langsung melakukan riset supplier bahan baku sampai perlengkapan dapur. Namelaka tidak dimulai dengan glamor. Mereka bertumbuh secara organik. Dapur pertama Namelaka adalah garasi rumah Yoan Tjahjadi yang diubah fungsinya. "Sebelum Namelaka jadi seperti sekarang, kami menjual produk hanya melalui Instagram dengan format pre-order. Kalau pun ada kesempatan, kami coba untuk ikut bazar makanan seperti Market & Museum di Kemang dan Hype Market di Pantai Indah Kapuk." Ingat Ivan dan Yoan. Produk awal yang mereka buat juga belum banyak, hanya fokus pada choux pastry yang dilapisi craquelin. Pertimbangan keduanya sederhana: Kue ini mudah dikirim dan cukup kokoh. Tapi bila kita berpikir bahwa segalanya akan halus dan manis dari awal – sebagaimana arti nama Namelaka itu sendiri –  faktanya tidak demikian. Tantangan demi tantangan harus dilewati oleh Ivan dan Yoan. "Berkreasi pastry dengan bisnis pastry adalah dua hal yang berbeda. Saat kita masih kerja atau sekolah, fokusnya hanya berkreasi dan berkreasi. Namun ketika sudah bicara soal bisnis, bukan lagi rainbow and butterfly." Tegas Ivan.

Salah satu kendala awal yang dialami oleh mereka adalah bagaimana memperkenalkan Jakarta ketika itu dengan konsep pastry non kue spons seperti entrements atau choux. “Bahkan saat itu di Jakarta masih banyak yang datang ke kami dan bertanya apakah Namelaka punya kue spons. Untuk choux kami saja rupanya bagi mayoritas orang terlalu besar.” Ivan dan Yoan akhirnya sadar kalau ada satu lagi pekerjaan awal yang harus mereka lakukan: edukasi. “Hal ini adalah yang paling sulit. Ketika toko kue lain di saat Lebaran ibaratnya panen raya, tidak dengan kami. Sepi sekali.” Kenang Yoan. Namun semuanya mulai berubah ketika pada Desember 2016, dengan modal nekat keduanya membuka toko Namelaka yang mungil di Shophaus Menteng. Etalase kaca yang menampilkan bulatan-bulatan choux yang penuh warna dan cantik layaknya eksebisi seni dengan cepat menarik perhatian. Keberadaan toko fisik mereka rupanya juga membangun kepercayaan konsumen bahwa Namelaka bukan hanya bisnis pastry online semata, namun entitas yang jelas yang bisa dikunjungi dan dinikmati. Ivan dan Yoan juga mulai mendengar pasar. Mereka mengecilkan ukuran choux pastry, dan rupanya trik itu berhasil. Choux pastry Namelaka ludes dengan cepat.  Pada 2017 juga dua media besar DetikFood dan Femina menerbitkan artikel tentang Namelaka, begitu juga meningkatnya penggunaan media sosial, semakin membesarkan exposure tentang Namelaka di Jakarta.

Choux pastry dengan craquelin di atasnya jadi andalan Namelaka sejak pertama berdiri.

Choux pastry dengan craquelin di atasnya jadi andalan Namelaka sejak pertama berdiri.

“Untuk sampai ke sini bukanlah jalan yang mudah. Walau pun kami baru berusia empat tahun, pembelajaran yang kami dapat sangat ‘berkesan’. Tears and blood istilahnya.” Yoan mengutarakan. Untuk kreasi dessert, dapat dibilang Namelaka menjadi salah satu di Jakarta yang masih tetap mengedepankan gourmet dessert yang tidak bermain-main dengan bahan baku. Sejak awal, bahan baku jadi kunci untuk Namelaka. Ivan dan Yoan percaya bahwa lidah tidak bisa dibohongi. Konsumen tahu mana yang dibuat dengan bahan baku baik dan yang tidak, dan konsumen sekarang rela bayar lebih untuk kualitas. “Apabila tidak ada bahan baku yang sesuai, lebih baik tidak kami buat menunya dari pada terlalu kompromi.”

Salah satu gebrakan Namelaka yang fenomenal adalah ketika pada acara Jakarta Dessert Week bulan Oktober lalu mereka mengeluarkan 27 rasa baru dengan tema Harry Potter. Dessert tersebut mereka kemas dengan konsep yang penuh fantasi, lengkap dengan surat undangan seakan konsumen diterima di sekolah Hogwarts, dan bermain dengan elemen kejutan: konsumen tidak tahu rasa apa yang akan mereka dapat. Hal ini menunjukkan bahwa Ivan dan Yoan berani untuk berkreasi dengan gila, sebagaimana sejak awal berdiri mereka menolak untuk mengikuti tren.

Entremets yang juga disajikan Namelaka

Entremets yang juga disajikan Namelaka

“Saat orang membuat red velvet atau rainbow, kami bertanya kepada diri kami sendiri, apa kamu mau ikutan tren atau mau justru melawan arus?”Ujar Ivan dan Yoan. Namun setelah empat tahun, keduanya melihat ada perubahan yang berbeda dari konsumen di Ibukota. Mereka mengakui bahwa food enthusiast Jakarta sekarang lebih bisa mengapresiasi dessert-dessert yang cenderung sulit pembuatannya seperti entremets atau gourmet pastry sebagaimana yang dibuat Namelaka. Hal ini sangat baik karena merefleksikan pendewasaan cita rasa serta pemahaman kuliner konsumen Ibukota. “Sekarang kami lebih mudah untuk berkreasi menu baru dan cepat ditangkap oleh konsumen, beda sekali dengan saat awal kami berdiri. Kami harap F&B di Jakarta bisa terus maju dan makin bisa mengapresiasi kreasi-kreasi pastry chef.”

Untuk kamu yang ingin melihat langsung kreasi Namelaka bisa datang ke Shophaus Menteng yang terletak di Jalan Teuku Cik Ditiro.

Feastin' Crew

Tim penulis yang selalu lapar, entah itu akan informasi baru atau masakan lezat di penjuru kota.

Previous
Previous

Parti Gastronomi Membawa Pangan Lokal Jadi Relevan untuk Anak Muda

Next
Next

Girish, The Prince of Jakarta’s Indian Food Scene