Girish, The Prince of Jakarta’s Indian Food Scene
Misi Girish untuk membawa Queen’s Tandoor menjadi yang terdepan dalam mempopulerkan masakan India Modern di Jakarta.
Masakan India di Jakarta telah ada sudah lama. Tapi harus diakui, berbeda dengan masakan Oriental yang menjamur di mana-mana, untuk cari restoran India di Ibukota gampang-gampang-susah. Tapi semuanya mulai berubah ketika masuk tahun 1980-an terutama saat restoran Queen's mempopulerkan restoran India modern pada masanya di jantung kesibukan Jakarta. Sekarang, hampir di setiap area ramai Jakarta pasti sudah bisa kamu temukan setidaknya satu restoran India. Dari yang klasik sampai yang eklektik juga ada. Di sinilah peran Girish jadi sangat penting: Memberikan napas baru bagi Queen's dan mempersiapkannya untuk masuk ke era baru yang didominasi generasi muda.
Sebagai generasi kedua restoran India paling legendaris di Jakarta, tentu bukan hal gampang buat Girish Shamdasani. Nama Queen's Tandoor yang sudah ikonik di dalam dan luar komunitas India sendiri berarti tanggung jawab yang besar yang Ia pegang. Sekarang, Indonesia - terutama Jakarta - dengan jumlah anak muda yang luar biasa besar punya persepsi sendiri soal makanan. Entah dari segi rasa sampai visual, anak muda milenial hingga Gen-Z dapat dibilang punya ensiklopedia lidah yang lebih bermacam-macam dari generasi sebelumnya.
Feastin' mendapat kesempatan untuk mengobrol sama Girish tentang bagaimana sudut pandangnya soal kuliner India di Jakarta, tanggung jawab yang Ia emban sebagai generasi kedua restoran Queen's Tandoor, hingga secara lebih luas menjadi duta untuk masakan India modern.
F’: Boleh diceritakan kapan pertama kali Girish mulai terjun di Queen's Tandoor?
GS: Literally since the day I was born. Saya bilang begini karena sejak kecil, orang tua saya akan membawa saya ke restoran kami yang waktu itu masih di Jalan Veteran I sambil mereka berdua mengawasi operasional restoran sehari-hari. Tumbuh dan besar di Queen’s itu seru banget. Sampai akhirnya waktu saya berusia 22 tahun di tahun 2013, akhirnya saya memutuskan bekerja untuk bisnis keluarga. Saya bilang bekerja untuk bisnis keluarga ya, bukan bekerja dengan bisnis keluarga. Alasannya karena saya mau bekerja seperti pegawai resmi yang mulai dari bawah, sebelum perlahan masuk ke manajerial.
Saya ingat waktu kembali dari Jakarta setelah sekolah di Inggris, hanya butuh waktu tiga hari buat saya langsung masuk kerja. Bisa dibilang saya memang pulang dengan ambisi dan punya hasrat buat kasih dampak ke perusahaan. Jadi waktu itu saya mulai di bagian front of house (FOH) di mana saya bantu untuk order menu. Pelan-pelan, saya mulai belajar kitchen operations dan juga tentang masakan India secara detail.
Jujur rasanya agak aneh ya rasanya bekerja dengan staf-staf yang sebetulnya ikutan juga untuk merawat dan mengawasi saya dari kecil sampai besar. Banyak dari mereka yang masih setia bekerja dengan kami di Queen’s, karena kami sangat percaya dengan yang namanya loyalitas – entah dengan pegawai atau terhadap tamu.
F’: Besar di keluarga pemilik restoran India yang paling dikenal di Jakarta, apa saja kenangan seru di masa kecil?
GS: Waktu kecil, saya sering beberapa kali iseng mendatangi meja tamu dan pura-pura jadi waiter. Bahkan saya pernah coba menjual CD Bollywood yang saya download dari internet, haha. Staf-staf di Queen’s adalah teman main saya waktu kecil. Kalau sudah malam, saya bakal mengambil tiga sampai empat kursi, disejajarkan, dan tidur di situ sambil menunggu orang tua selesai bekerja malam itu.
Queen’s sejak dulu hingga saat ini adalah tempat di mana kami bertumbuh karena atmosfer nyaman yang dibentuk di sana. Bahkan sebelum terkenal ke seluruh Jakarta, Queen’s adalah rumah buat banyak komunitas India di Jakarta, dan dengan bangga saya harus bilang bahkan masih dianggap seperti itu hingga sekarang. Ulang tahun, pernikahan, dan segala macam perayaan dirayakan di Queen’s. Oleh sebab itu banyak keluarga India di Jakarta yang punya hubungan spesial dengan Queen’s. Tempat ini punya atmosfer kekeluargaan yang kuat.
F’: Setelah sekarang dipercaya untuk melanjutkan Queen's, apa yang Girish rasa bisa untuk dikembangkan potensinya?
GS: Goal saya adalah mengedukasi market yang lebih luas soal keunikan masakan India secara regional bukan cuma tradisional. Sama seperti Indonesia, India punya banyak sekali cerita makanan daerah. Sekarang sudah banyak bisnis masakan India di Jakarta. Senang melihat tren ini berkembang pesat Justru inilah momen tepat untuk kami bisa mengeksplor maskaan regioan India yang lainnya karena orang sudah mulai paham. Inilah visi utama Queen’s Tandoor.
Ke depannya, kami juga punya beberapa rencana untuk melanjutkan produk lifestyle India di bawah brand Bambaiya atau premium delivery kami yang di sebut Indian Supper Club di Indonesia. Kami berencana setelah pandemi ini berakhir untuk langsung mendorong bisnis catering kami, Queen’s Catering. Kami harap untuk bisa meluncurkan bisnis catering kami juga secara internasional karena sudah banyak pelanggan setia dari beberapa event yang kami lakukan di Thailand hingga Timur Tengah.
F’: Masakan India sudah mulai banyak disukai oleh orang Jakarta, sebetulnya adakah perbedaan pola dari generasi India-Indonesia era orang tua dengan yang sekarang?
GS: Masakan India secara global sebetulnya sudah berubah semenjak generasi sebelum saya. Banyak muncul restoran fine dining serta lifestyle restaurant yang mengusung tema masakan India modern, seperti memadukan sentuhan masakan Barat terhadap cita rasa tradisional India. Belum lagi demand untuk restoran India yang bisa memberikan makanan vegan atau masakan alternatif lainnya bagi tamu yang ingin.
Tapi Jakarta sebetulnya baru saja mulai untuk menerima kuliner India dalam konteks konsumen yang lebih luas. Kita sudah tidak lagi punya stigma kalau makanan India itu tidak sehat. Di Queen’s, kami beradaptasi juga. Kami sekarang sudah mulai memperkenalkan makanan-makanan yang menjembatani antara masakan Indonesia dengan masakan India, sehingga bisa lebih cocok sama lidah lokal. Kalian pasti kaget kalau sebetulnya masakan India dan Indonesia punya banyak sekali persamaan.
F’: Jakarta is a melting pot of countless cultures, termasuk kultur India. Bagaimana Girish melihat penetrasi kuliner India modern di Jakarta sendiri?
GS: Penetrasi kuliner India modern di Jakarta mungkin perlu waktu lagi. Karena sebetulnya ada beberapa restoran India Modern di Jakarta yang pernah buka tapi sekarang tutup karena konsumen masih belum siap. Baru tahun lalu dan tahun ini sebetulnya kita lihat peningkatan bisnis makanan India secara online dan juga offline dengan harga yang sangat terjangkau.
Tapi sebagaimana saya sempat bilang sebelumnya, goal saya salah satunya adalah untuk kasih lihat kepada Jakarta kalau masakan regional India itu banyak dan sangat menarik, dan akan saya lakukan bersama dengan restoran Queen’s Tandoor dan juga Bambaiya. Jadi walaupun memang masih perlu waktu, kami yakin bisa untuk memulai perubahan dengan pendekatan yang lebih kreatif dan menarik dari pada yang tradisional. Buat saya, kami bisa belajar dari kesalahan kami sebelumnya dan meyakinkan public kalau masakan India juga bisa kok sama trendinya dengan masakan Korea atau Jepang di Jakarta.
F’: Selain restoran milik keluarga, boleh pilih lima restoran India yang wajib dikunjungi oleh foodies Jakarta?
GS: Enggak perlu takut, banyak pilihan restoran India yang lezat di Jakarta. Face Kitchen yang sudah ada dari tahun 1990-an jadi pilihan saya kalau lagi ingin cari black dal. Lalu ada Little India Restaurant yang mulainya dari restoran kecil. The Royal Kitchen di Mega Kuningan yang menyajikan makanan tradisional India dengan atmosfer Kerajaan Mughal. Ganesha Ek Sanskriti yang juga populer di kalangan ekspat India. Dan yang terakhir Accha, sebuah brand cloud-kitchen masakan India yang menawaran masakan India yang lebih affordable untuk warga Jakarta.