The Golden Tooth Bar: Mematahkan Persepsi Terkait Keberadaan Bar

Konsep The Golden Tooth Bar membawa angin segar bagi skena bar di Jakarta

Stigma mengenai bar yang seringkali identik dengan musik hingar-bingar, tempat yang hanya dihadiri oleh mereka yang mengonsumsi alkohol, atau minum hingga mabuk berat, dipatahkan oleh kehadiran The Golden Tooth Bar. The Golden Tooth Bar merupakan wujud dari bar yang menggabungkan visi Kenny Soetomo selaku Head of Bartender dengan Andra Satar dan Tamish Aswani, para pendiri lainnya. Mereka bertemu saat Kenny masih bekerja di barnya sebelumnya di kawasan Menteng dan merupakan tamu yang sering mengunjungi bar tersebut. "We felt that it’s very consistent and has solid drinks in Jakarta, so we used to go there a lot" ujar Andra, saat menjelaskan momen pertama ia bertemu dengan Kenny.

Lonjakan jumlah bar pasca-pandemi pun dilihat sebagai potensi yang ingin mereka manfaatkan bersama, karena bar-bar yang ada pada masa itu belum memenuhi harapan mereka. Melihat banyaknya bar yang meraih penghargaan di ajang bergengsi 50 Best Bar dan ramainya pengunjung bartender mancanegara ke Jakarta, semakin memperkuat keputusan mereka untuk membuka bar.

Manifestasi Bar Ideal bagi Para Pemilik The Golden Tooth Bar

"Pasca-pandemi, bar banyak bermunculan, namun kebanyakan cenderung mengarah ke party-vibe. Musiknya keras, bottle service lebih di-push. Jarang ada tempat di mana orang bisa duduk bersama teman-temannya, mengobrol, dan menjadi tempat untuk hangout; sehingga kami ingin menciptakan tempat seperti itu. Tentunya, minumannya harus konsisten," ungkap Andra dengan mata berbinar saat menjelaskan definisi bar ideal menurutnya.

Idealisme dari The Golden Tooth Bar juga menjadikan bar ini memiliki identitas yang unik. Produk yang ditawarkan cukup terfokus, list yang dimiliki tidak terlalu ekstensif, namun dipastikan diracik dengan cermat. "We care more about how the product tastes" ujar Andra.

Lokasinya di Jalan Adityawarman, tepatnya di lantai 3 dalam bangunan yang juga berbagi lokasi dengan Rumu Private Room & Grill. Tidak ada papan nama yang menandakan keberadaan bar ini di luar. Untuk mencapainya, pengunjung perlu menaiki tangga atau lift sebelum menemukan pintu bertuliskan “The Golden Tooth Bar”. Luasan ruang yang tidak terlalu besar memang disengaja, karena The Golden Tooth Bar ingin menciptakan ruang yang nyaman bagi pengunjung, baik untuk berbincang maupun menikmati ragam kreasi minuman dari Kenny. "We limit the people here because we wanna make the vibes as we want it. Kita enggak mau sengaja fit in kebanyakan orang walaupun itu mempengaruhi sales. We encourage people to chat here. Satu hal yang unik juga, kita juga enggak ada DJ dan sangat terbuka kalau customers mau bawa makanan dari luar" jelas Andra.

Komunitas yang Erat dan Ragam Memori yang Terbentuk di Bar 

The Golden Tooth Bar bisa dibilang memiliki komunitas yang sangat loyal. Bukan hal yang tidak mungkin untuk menemukan wajah-wajah yang sama ketika mengunjungi tempat ini pada kunjungan kedua, ketiga, dan seterusnya.

Andra merasa mereka tidak melakukan sesuatu yang istimewa, hanya memastikan agar seluruh pengunjung The Golden Tooth Bar mendapatkan pelayanan terbaik dan merasa diterima. "That’s why our regulars keep coming back" ujarnya.

Menurutnya, banyak memori pengunjung yang terbentuk di sini, sehingga mereka memiliki ikatan emosional tersendiri terhadap The Golden Tooth Bar. Mulai dari bagaimana ia mengamati banyak orang menjadikan bar ini sebagai tempat first date, bahkan banyak pasangan yang berkenalan di The Golden Tooth Bar dan kemudian menikah beberapa tahun kemudian. "Pas anniversary, bahkan ada yang request untuk duduk di tempat yang sama pas mereka pertama kali first date. We create memories here, we wanna keep doing that"

Respon The Golden Tooth Bar Terhadap Tren Low & Non-Alcohol Beverage Serta Para Health Conscious 

Perkembangan yang sangat pesat untuk low & non-alcohol beverage di dunia, serta menurunnya konsumsi alkohol, dianggap oleh tim The Golden Tooth Bar sebagai suatu kesempatan. Tim mereka melihat ini sebagai sebuah fase. Alasan mengapa tren tersebut terjadi pada dasarnya disebabkan oleh dua hal. Pertama, banyak dari generasi yang lebih muda merasa kebiasaan untuk mengonsumsi alkohol menguras kantong. Kedua, banyak masyarakat yang lebih memperhatikan kesehatan. The Golden Tooth Bar melihat ini sebagai kesempatan untuk mendiversifikasi pilihan minuman non-alkohol yang mereka tawarkan, namun dibuat sedemikian rupa agar cita rasanya menyerupai versi alkoholnya. Tim mereka pun mengungkapkan bahwa mereka sering mendapati pengunjung yang tidak mengonsumsi alkohol.

Salah satu fenomena yang diamati Andra dan timnya adalah bagaimana kini bar mulai berevolusi menjadi tempat bagi pengunjung untuk menikmati berbagai macam jenis minuman, mengeksplorasi rasa-rasa baru, bukan sekadar untuk minum hingga mabuk berat dan pulang saat pagi buta. "Banyak yang datang di jam yang lebih awal untuk bertemu teman, minum cuma satu atau dua gelas, lalu pulang sebelum terlalu malam karena keesokan harinya harus bangun pagi untuk berolahraga," ujar Andra.

Community engagement  yang diadakan oleh The Golden Tooth Bar pun disesuaikan dengan komunitas mereka yang mayoritas para health conscious. “Kita sempat bikin running event, konsepnya fun run, jaraknya cuma 5 km; tapi setiap 2.5 km, setiap runner minum cocktails shot. Ada 40 orang yang join padahal itu dibikin di hari Rabu” Jaklyn, Marketing dari The Golden Tooth Bar menjelaskan dengan semangat. 

Kenny Soetomo: Dari Tontonan di Televisi, Kini Meracik Minuman di Bar Miliknya 

Berbicara mengenai sebuah bar, tentu tidak lengkap jika tidak membahas bartender yang menjadi jiwa dari bar tersebut.

Kenny Soetomo memulai karier di industri F&B di Australia pada tahun 2005, namun ia baru mengenal koktail pada tahun 2011. Inspirasi awalnya untuk mendalami koktail muncul saat ia menonton sebuah acara televisi dari saluran Asahi yang bertemakan bartending Jepang. Minuman yang menjadi signature dari The Golden Tooth Bar, Espresso Martini, pun terinspirasi dari pengalamannya di Australia saat ia bekerja di salah satu cocktail bar, di mana ia dapat meracik ratusan minuman tersebut dalam satu malam

Di awal kariernya sebagai bartender, ia mengikuti kompetisi namun berakhir dengan kekalahan. Puncak kariernya tercapai saat ia memenangkan 2014 Australian National Suntory Cocktail Connoisseur, dan setelah kembali ke Indonesia, ia meraih posisi kedua dalam kompetisi 2016 World-Class Indonesia Cocktail Competition. Di Indonesia, ia sempat bekerja di beberapa tempat sebelum membuka bar sebelumnya, di mana ia bertemu dengan Andra dan Tamish.

I find the beauty of the creative side of it, cuma butuh 45-60 detik untuk bisa bikin cocktail yang impressive” ungkap Kenny. 

Latar belakang pendidikannya di bidang Food Science mendukung profesinya sekarang dalam meracik koktail. Sebagai foodie, makanan yang ia santap sering menjadi inspirasi bagi koktail racikannya. Bahan baku favoritnya untuk eksperimen pembuatan koktail antara lain teh Krisan, terutama untuk highball, teh hitam, serta bahan-bahan yang sedang musim; misalnya, saat stroberi sedang musim, ia membuat minuman dengan stroberi.

Satu dekade lebih meracik koktail, banyak memori yang terpatri, namun tak ada yang mengalahkan momen saat ia melihat para pengunjung menikmati suasana di barnya, bercengkrama satu sama lain sambil menikmati minuman racikannya.

When I look around, people are chatting, enjoying the drinks, it’s the cherry on top. When people remember your drinks, your place, and come back again” ucap Kenny.

Langkah Selanjutnya Bagi The Golden Tooth Bar

Melihat sepak terjang Kenny dan bagaimana The Golden Tooth Bar berkembang menjadi lebih dari sekadar bar, melainkan juga sebuah komunitas, langkah selanjutnya patut untuk disimak.

The Golden Tooth berencana membuka cabang kedua di SCBD dengan konsep yang sedikit berbeda. "Program yang berfokus pada musik akan menjadi prioritas di sini," tutup Andra.

Sharima Umaya

Sharima Umaya adalah Head of Business Partnerships & Editorial Strategist di Feastin’. Senang menulis makanan dari kacamata berbeda, ia selalu memulai hari dengan iced latte & tak pernah bisa menolak kelezatan hidangan Jepang.

Previous
Previous

Ramadan dengan Kuliner Lintas Benua dan Sentuhan Baru di Dapur Gran Melia Jakarta

Next
Next

Loka Rasa Suguhan Apik Kuliner Indonesia dari Sabang-Merauke di Marriott Bonvoy