Silk Bistro: Pancarona Santapan Asia

Melalui restoran terbaru dari BIKO Group, chef Freddie Salim meramu hidangan Asia dengan terampil dan penuh kedewasaan, membawa kembali semangat kuliner Asia eklektik yang sempat memudar di Jakarta.

How are you guys?” Freddie Salim, chef dari Silk Bistro menyapa saya di pagi hari menuju siang. Wajahnya cerah, postur tingginya membuatnya mudah dikenali, sementara celemek putih yang menggantung dari leher hingga pergelangan kaki bersih tak bercela, memantulkan cahaya matahari dari jendela-jendela restoran yang lapang. Freddie Salim adalah chef kepala dari Silk Bistro, restoran terbaru dari BIKO Group. Tamu restoran ini pasti dengan mudah melihatnya pindah dari satu ruang makan ke ruang makan lain, melalui pinggir taman dan melewati kolam ikan. Di akun instagramnya (@freddiesalim) Freddie sering mengambil foto kolam kontemporer yang menyegarkan rumah kolonial yang diubah menjadi restoran ini. Lokasinya berada di jantung kawasan Menteng, yaitu di Jalan Teuku Cik Ditiro, persis di perempatan menuju Rumah Sakit Bunda.

“Pertama kali melihat rumah ini, saya dan Mikael (pemilik BIKO Group) sudah jatuh hati.” Ujarnya menceritakan awal mengapa grup yang identik dengan area trendi di kawasan Jakarta Selatan ini memilih Menteng. Bersama dengan Freddie Salim, kami juga ditemani oleh Debora Yuza, assistant marketing manager BIKO Group yang lebih akrab dipanggil Deby. “Sebetulnya kami (BIKO) sudah lama ingin merambah kawasan Menteng untuk restoran. Hanya saja waktu dan konsepnya belum pernah pas,” terang Deby kepada Feastin’ menimpali Freddie.

Freddie Salim | Foto oleh Feastin’.

Kawasan Menteng memang mudah disukai dari karakter wilayahnya yang penuh nostalgia, hingga tata ruangnya yang terencana dengan rapih. Kawasan kota taman pertama di Hindia Belanda ini juga terkenal sebagai destinasi makan-makan, hanya saja kulinernya masih terpaku dengan makanan klasik bergenre Indonesia-Tionghoa-Belanda. Namun sejak 2016, Menteng mulai dilihat sebagai wilayah restoran bagi generasi yang lebih muda karena munculnya banyak restoran-restoran baru dengan konsep yang lebih muda pula.

Silk Bistro hadir dengan sebuah statement yang kuat dalam konsep makanan dan pelayanannya. Dari makanan sendiri, hidangan yang disajikan oleh restoran ini berputar di poros cita rasa Asia, namun dengan eksekusi modern. “Saya menghabiskan waktu lama di Australia yang bisa dibilang punya komunitas Asia yang sangat besar dan kuat pengaruhnya. Menariknya, orang Australia bisa meng-‘Australiakan’ masakan Asia dan dengan gaya mereka. Ini yang coba saya lakukan di Silk.” Jelas Freddie. Freddie Salim telah malang melintang di dunia restoran bernapaskan santapan Asia di Australia, mulai dari Longrain (modern South-East Asian) dan Sokyo (modern Japanese). Pengalamannya membentuk gaya masakannya yang khas, membuat Freddie Salim dapat dikatakan sebagai satu dari sedikit executive chef di Jakarta yang menguasai gaya kuliner Asia Eklektik, di mana mayoritas koki yang ada berbasis mono cuisine (satu genre kuliner).

Kapasitas Freddie Salim dalam meracik hidangan Asia modern secara dewasa dan sempurna, dapat ditemukan dalam hidangan-hidangan Silk Bistro seperti chicken liver pate yang menggunakan cakwe alih-alih roti, jelly champagne dan miso onion jam; Yellow curry lamb shank yaitu paha domba, suancai, kentang, yang dibuat dalam kuah kari kuning asam-manis-gurih; Garlic lobster noodle yang adalah mie dengan cabai, lobster, dan lemon butter sauce; sampai dessert Tofu “Cheesecake” dengan ginger tuile, palm sugar ginger sauce, dan ginger cacao sorbet yang mengingatkan dengan menyantap kembang tahu di malam yang dingin.

Peleburan cita rasa Thailand, India, dan Tionghoa dapat dirasakan dalam hidangan yellow curry lamb shank | Foto oleh Feastin’.

Freddie dan Deby paham bahwa tamu di kawasan Menteng punya kebiasaan hingga kesukaan yang agak beda dengan tamu mereka di kawasan Jakarta Selatan. Di Silk Bistro, tamu beragam mulai dari anak muda hingga keluarga; dari yang santai hingga formal berbatik. Menariknya, bila bagi banyak pelaku grup hospitality  kawasan Menteng sangat menantang, Freddie Salim melihat ini sebagai kesempatan menarik untuk mengenal tipe konsumen yang berbeda. Tipe masakan Silk Bistro yang kaya rasa dan disajikan untuk konsep sharing portion, sangat pas dengan tipe konsumen kawasan Menteng yang cenderung lebih nyaman dengan pendekatan rasa Asia.

Kami di Feastin’ tahu, bahwa Menteng merupakan salah satu pangsa pasar yang paling sulit untuk ditembus bila ingin mendirikan restoran di Jakarta. Bukan karena tamu kawasan Menteng banyak mau, justru karena mereka paham yang mereka inginkan. Kawasan yang dikenal dengan wilayah Orang Kaya Lama ini memiliki orang-orang yang sudah mencicipi truffle hitam sebelum truffle dikenal luas; mereka sudah terlebih dahulu menyantap steak dengan saus bordelaise saat makanan ini masih langka di Indonesia. Keberanian BIKO Group mendirikan restoran di jantung Menteng menunjukkan kedewasaan perusahaan yang siap untuk melebarkan kapasitasnya sebagai grup hospitality di Jakarta.

Pada akhir kami bersantap, Deby dan Freddie mengajak kami berkeliling Silk Bistro. Rasanya familiar, seperti pulang ke rumah nenek yang lama tinggal di Menteng. Lekuk ruangnya, kisi-kisi jendelanya, pola lantai, hingga beberapa furniture tak kuasa memantik nostalgia. Sedikit tips dari kami, jangan lupa mengintip koleksi wine Australia mereka di ruang wine restoran untuk dinikmati bersama dengan hidangan-hidangan yang berkarakter kuat.

Salah satu sudut di Silk Bistro, memantik nostalgia | Foto oleh Feastin’.


SILK Bistro

Jalan Teuku Cik Ditiro No.30

Menteng, Jakarta Pusat.

Instagram: @silkbistro

Feastin' Crew

Tim penulis yang selalu lapar, entah itu akan informasi baru atau masakan lezat di penjuru kota.

Previous
Previous

Petualangan Hidangan Sisilia di Osteria Gia

Next
Next

Kulturale, Craft Brewery Baru di Jakarta Resmi Diluncurkan