Pilihan Makanan dan Korelasinya dengan Emisi Karbon

Pilihan konsumsi makanan dan minuman sehari-hari dan kaitannya dengan keberlangsungan lingkungan hidup.

Desa Rumbih, lokasi restorasi hutan oleh Bumiterra | Foto: Bumiterra

Pernahkah kita berpikir, pilihan konsumsi makanan dan minuman sehari-hari bisa sangat berdampak pada keberlangsungan lingkungan hidup? Alih-alih menyetop konsumsi protein hewani, adakah alternatif lain untuk mengurangi emisi karbon? 

Berbicara mengenai emisi karbon tentunya tidak lepas dari istilah lain yang saling berhubungan: Jejak karbon. Jejak karbon atau carbon footprint merupakan jumlah total dari karbon dioksida dan gas rumah kaca lainnya yang diemisikan, baik oleh suatu komunitas, populasi, sistem kerja, maupun pribadi. Semakin tinggi jejak karbon yang dihasilkan akan berdampak negatif terhadap bum, seperti suhu ekstrem yang kerap menjadi tajuk berita di seluruh dunia. Hal ini yang mendorong semakin masifnya seruan serta aktivitas untuk mengurangi jejak karbon, termasuk di industri makanan. 

Dalam konteks makanan dan minuman, jejak karbon mudahnya dijelaskan sebagai aktivitas apa saja yang dilakukan di tahap produksi makanan dan minuman, sampai makanan atau minuman tersebut tersaji dan dikonsumsi. Proses mulai dari transportasi yang digunakan, bahan bakar yang diperlukan di pabrik, sampai freon yang digunakan untuk menyimpan bahan baku adalah beberapa elemen yang diperhitungkan sebagai jejak karbon. 

Bumiterra dengan CATUR Coffee merestorasi hutan di Kalimantan Barat | Foto: Bumiterra

“Pilihan makanan sangat mempengaruhi jejak karbon individu” jelas Tara Susanto, co-founder dari Bumiterra, sebuah perusahaan penyedia jasa resterais hutan yang fokus pada solusi penghapusan karbon dan regenerasi ekosistem berbasis masyarakat. Perusahaan miliknya menghitung jumlah emisi karbon yang dihasilkan oleh operasional sebuah bisnis, kemudian memfasilitasi bisnis untuk memulihkan setidaknya 1 hektar hutan terdegradasi yang dapat menyerap hingga 15,000 CO2e per tahun.

“Cara paling mudah untuk mengurangi jejak karbon individu adalah dengan menganut plant-based diet. Hal ini dikarenakan, emisi karbon yang dihasilkan oleh peternakan terutama sapi sangatlah besar” tambah Tara. Singkatnya, emisi karbon yang dihasilkan dari bahan baku nabati jauh lebih kecil ketimbang hewani dikarenakan dari awal penanaman, perawatan, hingga panen dan sampai ke tangan konsumen, emisi yang dihasilkan jauh lebih kecil. Sapi spesifiknya penghasil emisi karbon terbesar, sapi pun mengeluarkan gas metana yang mempertipis lapisan ozon dan meningkatkan suhu bumi. Apabila menganut plant-based diet dirasa cukup ekstrem, mengurangi konsumsi sapi dan turunannya menurut Tara sangat membantu dalam mengurangi jejak karbon individu.

“Satu piring steak menghasilkan emisi karbon yang apabila diekuivalenkan, sama dengan emisi karbon penerbangan Jakarta ke Bali”

Bisnis F&B pun nampaknya telah banyak yang menaruh perhatian pada isu ini. Hal ini terefleksikan dari banyaknya bisnis F&B yang bermitra dengan perusahaan Tara. “Portfolio kami di F&B meliputi beberapa brand seperti Burgreens, Tanamera Coffee, CATUR Coffee, The Acre, dan yang terbaru ada Jago Coffee”  

Brand F&B yang bekerja sama dengan Bumiterra menjalankan upaya restorasi hutan setelah mengetahui emisi karbon yang dihasilkan dari bisnis mereka. Masing-masing dari brand tersebut berkontribusi setidaknya untuk penanaman 1 hektar hutan melalui Bumiterra. Alhasil, di akhir tahun 2023, Bumiterra telah merestorasi 21 hektar hutan dengan menanam lebih dari 4,000 pohon di Desa Rumbih, Kalimatan Barat. 

Hasil reforestasi Tanamera Coffee melalui Bumiterra | Foto: Bumiterra

Tak hanya itu, beragam kolaborasi juga dilakukan untuk memperkenalkan konsep dari emisi karbon itu sendiri ke konsumen, misalnya Forest Smoothies kolaborasi Bumiterra dengan Burgreens dengan bahan baku nabati memiliki emisi karbon yang 75.68% lebih rendah ketimbang Matcha Latte dengan susu sapi. Sebagian dari hasil penjualan Forest Smoothies pun disalurkan untuk mendukung upaya reforestasi Burgreens dalam penyerapan emisi karbon melalui Bumiterra.

Forest Smoothies kolaborasi Bumiterra dengan Burgreens | Foto: Bumiterra

Bentuk kolaborasi lain contohnya dengan mengembangkan plant-based menu di The Acre serta aktif mengedukasi followers Bumiterra dengan konten kreatif di Instagram. Misalnya, menunjukkan ragam pilihan makanan dan berapa jumlah emisi karbon yang dihasilkan dari setiap makanan. 

Banyak langkah yang dapat dilakukan untuk mereduksi emisi karbon dari segi makanan, mulai dari individu dengan pilihan makanannya hingga perusahaan dengan menjalankan bisnis dengan orientasi lingkungan dan mempertimbangkan untuk mengurangi serta menghapuskan emisi karbon yang dihasilkan. “Pada dasarnya, setiap langkah kecil yang menjadi pilihan individu sangat berpengaruh dalam mengurangi jejak karbon. Sesimpel dengan mengikuti gerakan meatless Monday misalnya, hal tersebut memiliki pengaruh” tutup Tara. 

Sharima Umaya

Sharima Umaya adalah Head of Business & Content Partnerships dari Feastin’. Senang menulis makanan dari kacamata berbeda, iced latte di pagi hari merupakan kewajiban & hidangan Jepang merupakan favoritnya.

Previous
Previous

Dalam Tiga Bab, Joongla Menyapa Kaum Urban Jakarta

Next
Next

Bersantap dari Kacamata Mereka dengan Kondisi Kesehatan dan Pola Makan Tertentu