Dear Hospitality Awards, Stop Asking Fee from Restaurants

Penghargaan hospitality berbayar adalah duri dalam daging bagi industri restoran.

Chef dan restoran tidak meminta banyak. Yang mereka inginkan hanyalah dihargai secara nyata karena prestasinya. | Foto oleh Unsplash

Chef dan restoran tidak meminta banyak. Yang mereka inginkan hanyalah dihargai secara nyata karena prestasinya. | Foto oleh Unsplash

Restoran sejak lama adalah tempat di mana kejujuran dijunjung tinggi. Seperti asal namanya (restaurer), Ia adalah tempat di mana jiwa dan tubuh dipulihkan. Restoran sendiri setelah sekian lama juga bertambah fungsinya, dari sekedar tempat mengisi tenaga menjadi tempat bertukar pikiran dan cerita. Restoran pun juga berkembang jadi tempat di mana karya seni diolah dari bahan pangan lokal, di mana seniman dapur melahirkan karya yang dapat dinikmati oleh seluruh panca indra.

Namun yang sangat disayangkan, ketika restoran sepenuh hati berkarya dan mencoba yang terbaik untuk memberikan pengalaman makan yang menggugah, ketika kita sebagai manusia yang turut menikmati kreasi itu seharusnya menghargai dan memberi apresiasi yang tulus, masih ada yang memanfaatkan situasi untuk memberikan apresiasi semu yang didasari oleh transaksi di balik layar.

Sudah bukan rahasia di industri hospitality bahwa cukup banyak penghargaan restoran bayaran sebetulnya adalah bagian dari promosi marketing untuk memberi semacam status. Kebiasaan ini sebetulnya cukup umum di dunia pemasaran, di mana mulai dari barang sehari-hari hingga elektronik tidak luput dari penghargaan bayaran ini. Tapi untuk sebuah restoran, buat kami ini adalah hal yang tidak elok.

Ada beberapa poin yang kami rasa penghargaan bayaran seperti ini justru bisa jadi bumerang untuk industri restoran itu sendiri. Hal pertama yang kami pikirkan adalah apa yang ingin dibanggakan? Apakah restoran sebegitu tidak percaya diri dengan kemampuan produk dan service sehingga diperlukan pengakuan ekstra yang bersifat transaksional? Ada sebuah kebanggaan bila restoran mendapatkan penghargaan apabila dilakukan secara terbuka dan independen. Itu artinya prestasi restoran betul-betul dianggap oleh masyarakat luas serta dihargai secara tulus. Terlebih bagi seorang chef, artinya kemampuan mereka betul-betul diakui.

Tapi bila prestasi tersebut didapatkan dengan cara membayar, lalu dengan bangga berkata bahwa restoran itu menjadi salah satu yang terbaik, bukankah itu sebuah kekeliruan? Kami tidak bisa membayangkan seorang atlit di depan layar kaca berkata dengan bangga bahwa Ia memenangi perlombaan sementara piala dan piagam yang Ia pegang adalah hasil transaksi di belakang layar. Kami yakin bila hal ini terjadi, diskualifikasi secara tidak hormat akan berlaku bagi mereka. Namun siapa yang dapat mendiskualifikasi pemenang penghargaan restoran?

Lalu yang berikutnya jadi concern kami adalah dampak penghargaan bayaran ini terhadap terbentuknya opini bahwa hanya sebagian restoran dengan label penghargaan itu yang sesungguhnya dianggap baik. Sementara di luar sana, banyak restoran dan chef dengan kreasi makanan yang amat baik namun menolak untuk ikut ke dalam ekosistem yang keruh ini. Kami rasa sudah waktunya kita semua untuk sadar bahwa penghargaan itu sesuatu yang didasari dengan ketulusan, kejujuran, serta independensi. Karena sebetulnya sebuah penghargaan punya makna yang dalam sebagai pengakuan yang diberikan sebagai bentuk penghormatan atas suatu prestasi.

Memberikan penghargaan terhadap restoran atau industry hospitality secara real dan independent memang tidak murah dan tidak mudah. Diperlukan metodologi yang terstruktur, sistem kerja dengan alur yang sudah dirancang khusus, hingga memakan waktu dan tenaga manusia yang tidak sedikit. Intinya, penghargaan hospitality dengan cara yang benar memerlukan biaya yang tinggi. Diperlukan panel pengawas, kritikus, hingga tim yang turun langsung ke lapangan untuk menilai puluhan bahkan ratusan restoran. Waktu enam bulan adalah angka yang normal. Secara hitam di atas putih, memproduksi penghargaan yang independen memang seakan menyedot anggaran luar biasa dan menyisakan margin yang tak banyak untuk operasional selanjutnya, dibandingkan kalau penghargaan tidak melalui proses ini. Tapi ada value tersendiri yang dipegang: Yaitu kejujuran. Alhasil, pelaku industri restoran merasa akan sangat dihargai dan dihormati karena mereka tahu proses yang panjang dan akuntabel telah dilalui oleh penyelenggara sampai akhirnya nama para jawara dirilis.

Untuk hospitality awards yang masih menggunakan pendekatan bayaran, kami rasa ada cara yang lebih mulia untuk memonetisasi inisiatif ini dengan misalnya mencari sponsor yang tertarik dengan visi dan misi yang dimiliki. Atau mungkin mengadakan activation berbayar seperti workshop, masterclass, atau bahkan acara makan spesial dengan restoran yang dipilih. Hal ini semata-mata agar membangun industri F&B yang jadi lebih positif, saling mengapresiasi secara real, serta yang terpenting membangun fondasi yang lebih kokoh didasari kepercayaan bagi pelaku hospitality yang akan datang. Lagipula, bukankah ketulusan adalah jiwa dan roh dari prinsip hospitality yang sesungguhnya?

Tulisan ini adalah bentuk opini editorial.

Feastin' Crew

Tim penulis yang selalu lapar, entah itu akan informasi baru atau masakan lezat di penjuru kota.

Previous
Previous

Kolaborasi Penuh Makna di Tanah Jawa

Next
Next

Careers for Food Enthusiast