Rui Yamagishi Excites Jakartans with His Cooking and Charisma at Acta Brasserie

Di antara banyaknya talenta chef muda yang bermunculan di Jakarta, Rui Yamagishi hadir dengan karakter yang kuat, sebagai pribadi dan juga dalam makanan yang Ia ciptakan di Acta Brasserie.

Rui Yamagishi di bar table Acta Brasserie | Foto oleh: Natasha Lucas

Rui Yamagishi di bar table Acta Brasserie | Foto oleh: Natasha Lucas

 

Saat Acta Brasserie membuka pintu di awal tahun 2020, restoran yang berlokasi satu kompleks dengan Blackpond Tavern ini muncul dengan konsep menyegarkan. Makanan yang familiar di lidah dan telinga warga Jakarta dibentuk sedemikian rupa dengan sentuhan fresh, sehingga lahir buku menu dengan isi yang menyenangkan. Tapi ada juga makanan yang betul-betul baru. Makanan dengan komposisi yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya bisa ada di Ibukota; seperti brussel sprouts yang digoreng, diberi cuka balsamic dan keju feta, serta biji merah delima yang meriah. Semua ini adalah hasil kreativitas Rui Yamagishi, chef muda yang pernah bekerja di bawah beberapa chef terbaik di Australia.

Rui punya rumus lengkap untuk seorang pria – bukan hanya chef – agar disukai banyak orang. Pendekatan yang sopan, sosok yang nyantai namun penuh perhatian, sampai gayanya yang keren. Namun daya tarik terbesarnya – yang memikat Jakarta – adalah tangan dinginnya dalam mengolah masakan. Menjadi kepala di salah satu restoran paling hot Jakarta bukanlah hal yang mudah, terlebih bagaimana market Ibukota yang tidak bisa ditebak dan kritis. Feastin’ bertemu dengan chef Rui di Acta Brasserie dan menggali cerita tentang dirinya serta bagaimana memimpin restoran Rui Yamagishi’s style.

FEASTIN’ (F’) Boleh diceritakan latar belakang kuliner Rui Yamagishi sebagai seorang chef?

RUI YAMAGISHI (RY) Saya masuk ke sekolah kuliner Le Cordon Bleu di kota Sydney tahun 2010 selama dua tahun. Selama waktu sekolah itu saya kerja bisa dua sampai tiga kali di banyak restoran di sana. Karena memang keluarga saya punya komitmen untuk bikin saya mandiri. Saya hanya akan didukung sampai sekolah selesai, setelah itu saya harus bisa berdiri sendiri.  

Ada tiga restoran tempat saya bekerja yang paling berkesan saat itu. Yang pertama adalah Blancharu milik chef Haru Inukai. Yang buat saya terinspirasi olehnya adalah Ia merupakan chef Jepang yang pernah bekerja di restoran Joel Robuchon serta gaya makanannya yang adalah gabungan Jepang dan Perancis. Setelah itu saya kerja di restoran Bentley yang mendapat penghargaan two hats*. Di sini beda lagi, karena saya belajar tentang modernist cuisine**. Sangat amat susah dan melelahkan bekerja selama 16 hingga 17 jam sehari. Namun restoran yang ketiga lah yang saya rasa membentuk diri saya seperti sekarang, yaitu Rockpool 1989.

(F’) Style memasak Rui kami lihat adalah Asian eclectic, mengapa? Apakah ada pengaruh dari latar pendidikan kuliner atau hal lain?

(RY) Saya harus bilang yang membentuk saya dengan luar biasa adalah saat bekerja di Rockpool 1989. Di sinilah saya belajar banyak, dididik oleh chef Phil Wood, yang sekarang dia sudah jadi salah satu chef terbaik di Australia. Saya diberikan kesempatan olehnya untuk belajar di setiap counter dapur. Mulai dari di cold kitchen, hot kitchen, bagian daging, nggak ada yang terlewat, terlebih restoran ini punya cukup banyak menu inspirasi Asia kontemporer. Pikiran saya terbuka di Rockpool 1989. Saya akhirnya paham kalau hidangan yang spesial tidak selalu harus ribet dan kompleks. Pemahaman soal bahan baku dan karakternya, paham cara mengolahnya, dan kreativitas, tiga hal ini cukup. Selama tiga tahun di Rockpool, karakter dan kepribadian saya sebagai seorang chef terbentuk. Setelah itu saya tahun 2017 pindah ke Bali untuk mulai bangun restoran Musubi bersama dengan grup Kaminari.

Deep fried brussel sprouts, kreasi signature chef Rui di Acta Brasserie. | Foto oleh: Natasha Lucas

Deep fried brussel sprouts, kreasi signature chef Rui di Acta Brasserie. | Foto oleh: Natasha Lucas

(F’) Acta Brasserie, ketika diminta memimpin apa visi Rui untuk konsep makanan dan minuman di sini?

(RY) Visi saya untuk di sini ingin semua orang bisa menikmati makanan, dari anak-anak sampai orang dewasa. We want everyone can enjoy, biasa mengakomodir semuanya. Namun tetap ada menu-menu playful yang bisa dibilang keluar dari hasrat saya untuk berkreasi.

(F’) Dessert dikerjakan oleh chef Nabila Yoestino, bagaimana kolaborasi kalian?

(RY) Nabila is a very great pastry chef, dan I’m not surprised if she’s going to be big soon. We have the chemistry very good. Nabila juga sangat eksploratif dan bisa beradaptasi dengan sangat cepat dengan konsep-konsep yang diminta.

(F’) Sebagai chef yang baru pertama kali memimpin restoran di Jakarta, bagaimana tanggapan Rui dengan restaurant culture kota ini?

(RY) Awalnya shock dengan demand orang Jakarta dan behaviour mereka yang unik. Di mana chef pride harus agak diturunkan. Masyarakat Jakarta juga senang dengan makanan dengan cita rasa yang nendang.

Nori taco, salah satu menu populer di Acta Brasserie menunjukkan gaya chef Rui dengan pendekatan eklektik dalam masakannya. | Foto oleh: Natasha Lucas

Nori taco, salah satu menu populer di Acta Brasserie menunjukkan gaya chef Rui dengan pendekatan eklektik dalam masakannya. | Foto oleh: Natasha Lucas

(F’) Deep-fried brussel sprout adalah salah satu makanan yang punya karakter kuat dan ikonik di Jakarta, bagaimana ide di baliknya?

(RY) Dulu sebenarnya saya bikin staff meal di Rockpool, dan yes, terinspirasi oleh kol goreng. Karena di sana influence Asia banyak sekali. Kebetulan lagi banyak brussel sprouts lebih, jadi saya buat dengan Thai sauce yang pedas, manis, dan asam. Ternyata semua staf suka. Dan saya rasa Acta bisa diberikan menu yang playful seperti brussel sprouts tersebut, namun kali ini pendekatan saya ke yang Western.

(F’) Kami ingin bertanya mengenai knowledge sharing. Apakah Rui menerapkan prinsip mentoring dengan staf di dalam dapur? Karena isu terbesar di Jakarta adalah kurangnya knowledge sharing antara chief dan staf.

(RY) Yes, definitely. I will personally think mentoring is way more important than cooking. Cooking is the cook’s main job, but mentorship develops character as chef. Sebetulnya dari grup restoran kami, tradisi mengajar (mentoring) juga kuat. Karena ini akan berpengaruh terhadap kultur dan karakter di dalam dapur. Ini penting juga untuk memberikan impression untuk orang baru yang masuk, agar mereka tahu kalau Acta memiliki kultur yang kuat.

(F’) Apa hal-hal yang masih ingin dicapai oleh seorang Rui Yamagishi ke depannya dalam konteks menjadi seorang chef?

(RY) Salah satunya adalah memberikan example ke pekerja restoran kalau this is a passion-driven industry, bukan sekedar kerja saja. But I also want to explore more on the natural ingredients and cooking methods of Indonesia, and to bring them to contemporary restaurant scale. Saya tahu betul Indonesia punya rahasia cita rasa yang masih menunggu buat ditemukan dan dibawa ke permukaan.

 

*Hats: Merupakan penghargaan yang dikeluarkan oleh buku panduan restoran Good Food Guide Australia dalam bentuk toque (topi chef). Mirip dengan bintang Michelin, Good Food Guide hats hadir dalam skala satu sampai tiga.

**Modernist cuisine: Merupakan genre memasak dengan menggunakan pendekatan kimia. Konsep ini pertama kali diungkapkan oleh kimiawan Herve This dan Nicholas Kurti pada tahun 1988 dengan nama molecular gastronomy.

Feastin' Crew

Tim penulis yang selalu lapar, entah itu akan informasi baru atau masakan lezat di penjuru kota.

Previous
Previous

Rydo Anton, Putera Indonesia Kepala Restoran Terbaik di Asia

Next
Next

August: Jakarta’s Culinary Dream Team