Kolaborasi Amanjiwo Rayakan Kuliner Indonesia

Dalam A Culinary Expedition to Java keempat, penulis dan chef Petty Pandean-Elliott serta chef Amanjiwo, Reza Kurniawan saling memadukan kepiawaian gastronomi jadi pengalaman bersantap memukau.

Chef Petty Pandean-Elliott dan chef Reza Kurniawan | Foto oleh Feastin’

Suara gemuruh menyambar dari pecut yang disabet oleh sang penari di depan kami. Ia menari dengan enerjik, dengan kostum penuh warna berpola sayap garuda. Tak lama, empat penari lain menyusulnya, memenuhi bagian tengah ruang makan dan menari dengan kuda anyaman bambu yang menor warna warni. Tarian mereka gagah, dengan dentum kaki berkali-kali, menyiratkan kegagahan kavaleri kuda dalam perang masa lampau. Ketika tarian selesai, kami dan tamu lain bertepuk tangan, saat itu juga hidangan pepes kakap dengan harum rempah diletakkan di meja kami. Ini adalah hidangan ketiga dari makan malam hari pertama kami di Amanjiwo, Magelang, Jawa Tengah, bagian dari rangkaian acara A Culinary Expedition to Java yang dirancang oleh Amanjiwo.

Pepes kakap itu begitu harum, tidak dibumbui secara agresif, namun masih sedap disantap. Setelah pepes yang dimasak oleh penulis buku kuliner dan chef Petty Elliott, hidangan utama berikutnya muncul. Kali ini chef dari Amanjiwo sendiri – yaitu Reza Kurniawan – yang memasaknya. Hidangan chef Reza adalah wagyu dendeng ragi, yang disajikan bersama bunga papaya tumis, serta tiwul singkong untuk karbohidratnya. Makan malam pertama kami jadi penanda dimulainya rangkaian acara yang diadakan tiap dua kali dalam setahun oleh Amanjiwo, di mana gastronomi Jawa dan Indonesia menjadi bintang utama.

Memadukan atraksi budaya dengan makanan adalah salah satu daya tarik utama yang ditawarkan Amanjiwo.| Foto oleh Feastin’

Pada 2021 lalu, Feastin’ juga mendapat kesempatan mengikuti edisi perdana A Culinary Expedition to Java, dengan menggabung kolaborasi antara chef Eelke Plasmeijer dari Locavore, chef Wayan Kresna dari Potato Head, dan chef Fernando Sindu dari Cork & Screw. Setelah edisi perdana tersebut, signature program ini pun berlanjut di tahun-tahun berikutnya dengan mengundang sosok William Wongso dan juga culinary prodigy Nadja Azzura. Dalam acara keempatnya, Amanjiwo bekerjasama dengan penerbit buku internasional, Phaidon, dengan mengundang penulis buku dan chef Petty Elliott yang berduet dalam kepakaran kuliner bersama executive chef Amanjiwo, Reza Kurniawan.

Berbeda dengan A Culinary Expedition to Java sebelumnya, acara kali ini berbeda karena berkenaan dengan road show peluncuran buku yang ditulis oleh Petty Pandean-Elliott. The Indonesian Table adalah judul buku yang diterbitkan oleh Phaidon dan ditulis oleh Petty. Buku dengan sampul seperti motif batik dan lava pijar itu merayakan heterogenitas gastronomi Nusantara Indonesia dari kacamata seorang Petty. Bukan buku sembarangan, The Indonesian Table yang direncanakan terbit ke publik global pada 6 April 2023 nanti adalah buku resep Indonesia pertama yang diterbitkan oleh Phaidon, yang juga menerbitkan buku dari sosok-sosok seperti Rene Redzepi, Clare Smyth, dan Magnus Nillsen.

Kembali ke Dasar di Rumah Pak Bilal

Menariknya, inspirasi dari buku The Indonesian Table dikawinkan dengan cerita lokal Jawa beserta bahan bakunya yang khas dari Amanjiwo, sehingga menelurkan konsep bersantap sedap yang sulit untuk ditemukan di mana pun di Indonesia. Seperti contohnya ketika pada hari kedua kami menikmati makan malam di rumah Pak Bilal, bagian dari perjalanan gastronomi Amanjiwo. Rumah Pak Bilal terletak persis di depan Candi Pawon, yang menurut Patrick Vanhoebrouck – antropolog Amanjiwo – adalah bagian dari rute ziarah Pawon-Mendut-Borobudur bagi umat Buddha. Rumah ini telah berdiri lebih tua dari berdirinya republic Indonesia, dan dimiliki oleh keluarga mendiang bapak Bilal sejak tiga generasi. Area tempat kami bersantap sejatinya merupakan pawon (dapur dalam bahasa Jawa). Dinding anyaman bambu, lantai tanah semen, atap bambu dengan genting yang ditumpuk sederhana – semua dipertahankan seperti sedia kala.

Di situ, tiga meja makan didirikan untuk menjamu tamu. Di bagian depan, tungu arang dan anglo menyala dan bekerja, dengan chef Petty dan chef Reza memegang komando. Adalah pengalaman unik melihat para chef tinggi kaliber ini kembali ke dapur tradisional, tanpa embel-embel teknologi avant-garde ala dapur modern. Hidangan di rumah Pak Bilal memang disajikan lengkap dengan tata hidang modern, namun tamu tak dipaksakan bila ingin menyantap menggunakan tangan sebagaimana bersantap di rumah. Malah, salah satu bagian dari ritual makan malam itu adalah mencucui tangan dengan air yang disiram dalam gentong. Kami pun menikmatinya dengan tangan.

Buku The Indonesian Table oleh chef Petty yang akan terbit pada bulan April 2023.| Foto oleh Feastin’

Hidangan yang diracik oleh chef Petty dan chef Reza beragam. Awal mula, ragam umbi hingga pisang yang dikukus disajikan panas dengan aneka sambal. Ada ubi manis, singkong, urap, daun singkong, tersaji sebagai pendamping. Sementara untuk makanan utama, duet dari protein ikan-ikanan dan protein bumi di hidangkan. Untuk mencerminkan budaya kelokalan, ikan beong yang adalah ikan endemik Sungai Progo dimasak dalam kuah berempah yang dikenal sebagai mangut. Menemaninya, adalah setengah ekor ayam kampung bakar dengan kecap manis dan rempah khas Jawa Tengah. Ada juga cumi dan udang yang juga dibakar dengan bumbu rempah.

Berbeda dengan santap malam sebelumnya, nuansa tradisional sangat kental di rumah Pak Bilal ini. Aroma anglo seperti asap tipis yang halus mengisi ruang makan. Tidak berlebihan sehingga mengganggu penciuman, namun cukup untuk menghadirkan atmosfer klasik dan apa adanya sebagaimana dapur kaki lima di Jawa.

Kemegahan Borobudur

Sejak Amanjiwo pertama kali didirikan pada 1997, desainer Ed Tuttle menaruh inspirasi besar atas kesakralan Candi Borobudur dalam arstektur resort yang berlokasi di Magelang, Jawa Tengah ini. Mulai dari bentuk resort yang berundak, hingga posisinya yang berhadapan langsung dengan Borobudur. Tak berhenti sampai estetika desain saja, Borobudur pun jadi inspirasi utama dari puncak acara A Culinary Expedition to Java yang diadakan Amanjiwo.

Pada hari terakhir, kami dibawa masuk ke dalam kawasan percandian Borobudur yang sudah gelap. Kawasan ini begitu sakral di bawah rembulan dan bintang-bintang. Hingga akhirnya kami berhenti di area Taman Lumbini, kawasan yang sering dijadikan tempat pentas pagelaran besar. Dari kejauhan, terlihat hamparan cahaya tersebar menyambut kami. Titik-titik cahaya tersebut adalah lilin yang disebar di sekitar taman sebagai panduan kami jalan menuju tempat makan utama, sebuah tenda besar nan elok yang berdiri di tengahnya. Saat jalan setapak kami lalui, siluet Borobudur yang hanya disinari sedikit cahaya dapat terlihat mengintip dari rimbunnya pepohonan di atas.

Hamparan lilin di sekitar tenda makan utama saat santap malam terakhir di area Taman Lumbini.|Foto oleh Feastin’

Di malam puncak acara ini, chef Reza dan chef Petty menghidangkan santapan yang berjudul From Relief to Table, di mana bahan baku yang diolah seluruhnya mengambil inspirasi dari relief yang ada di Candi Borobudur. Dalam kesempatan kali ini, Patrick juga ikut menjelaskan bagaimana dinasti terdahulu menyantap makanan mereka. Hasil dari paduan insiprasi sejarah dan kepiawaian dalam mengolah makanan pun melahirkan rangkaian santapan gaya kontemporer. Dari inspirasi asinan, bebek yang dimasak dengan cara semur, buntil sayuran, dan lain sebagainya.

Selama empat hari tiga malam, Amajiwo berhasil membawa pengalaman gastronomi yang penuh dan memiliki konten kuat, yang berporos pada budaya makanan Jawa. Tidak berhenti sampai di sini, ke depan Amanjiwo akan mengadakan kembali A Culinary Expedition to Java dengan menggandeng pakar kuliner Indonesia yang berbeda.

Untuk informasi lebih lanjut mengenai kegiatan yang diadakan oleh Amanjiwo, silakan kunjungi informasi berikut: Amanjiwo

Feastin' Crew

Tim penulis yang selalu lapar, entah itu akan informasi baru atau masakan lezat di penjuru kota.

Previous
Previous

Belajar dari Nasi Peda Pelangi: Menjalankan Bisnis Kuliner Selama Ramadan

Next
Next

Bangkitnya Fine Casual di Tengah Senja Fine Dining