Musik Tidak Sebatas Pengiring Pengalaman Bersantap

Jazz, pop, dangdut bahkan - musik mempunyai pengaruh terhadap persepsi kita tentang makanan hingga mempengaruhi bagaimana kita memilih makanan.

Suasana di dalam tempat makan dapat berubah hanya dengan sentuhan musik yang dimainkan.

Suasana di dalam tempat makan dapat berubah hanya dengan sentuhan musik yang dimainkan.

Musik layaknya sebuah air yang dapat menyesuaikan dirinya dengan berbagai ruang yang diisinya, hanya saja musik masih membutuhkan jiwa manusia agar bisa hadir dalam sebuah ruang. Kehadiran musik di ruang publik telah akrab di telinga khalayak luas saat berbelanja kebutuhan pokok di pasar swalayan, mencari literatur kenamaan di toko buku, hingga menyantap hidangan lezat di restoran.

Duduk manis seraya menanti hidangan tiba diselingi juga dengan variasi obrolan dengan orang-orang terkasih, tidak lengkap jika tidak diiringi oleh musik latar yang mengiringi pengalaman cita rasa. Meskipun telah terlampau lama, tentu masih hangat diingatan bagaimana pamor sebuah musik terutama di medio Tahun 2017, dimana lagu “Akad” dari Payung Teduh menjadi sahabat pencinta kopi di beberapa coffee shop. Lagu tersebut seperti mengisi suasana bagi para pelanggan agar dapat nyaman berada di coffee shop. Namun, musik nyatanya tidak sebatas mengisi kehampaan atau mempermanis suasana untuk sebuah destinasi kuliner. Musik dapat lebih dari itu.

Volume sebuah musik pada sebuah restoran mungkin hanya dilihat sebatas keras atau pelan suara yang dihasilkan musik tersebut dan bermuara pada kenyamanan pendengaran pelanggan. Hal ini mengundang penelitian yang ingin membuktikan sejauh apa peran volume musik dalam proses bersantap.

Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Springer mengungkapkan bahwa volume musik berpengaruh terhadap pemilihan makanan konsumen, hal ini dikarenakan volume musik tersebut berkaitan dengan detak jantung dan nafsu makan. “Restoran dan supermarket dapat menggunakan musik disekelilingnya secara strategis untuk mempengaruhi perilaku pembelian konsumen,” ungkap penulis studi, Dr. Dipayan Biswas dari University of South Florida, sebagaimana Feastin’ kutip dari Independent.

Jenis pemilihan makanan yang dipengaruhi oleh sebuah volume musik pun terbagi menjadi dua. Volume musik yang tenang membentuk kesadaran bagi konsumen untuk lebih memperhatikan makanan yang akan disantapnya, sedangkan musik yang keras cenderung membuat konsumen untuk memilih makanan-makanan yang tergolong kurang baik bagi kesehatan seperti burger atau kentang goreng. Penelitian yang dilakukan oleh tim Dr. Dipayan Bawas saat dilangsungkan pada sebuah kafe di Stockholm, Swedia, mendapatkan hasil kala volume dinaikkan menjadi 70 desibel, dua puluh persen pengunjung kafe memesan sesuatu yang dikategorikan tidak sehat.

Keras atau lembutnya musik yang diputar sebagai latar tidak hanya berpengaruh atas pilihan makanan yang dipilih oleh pelanggan, aspek rasa dari sebuah makanan pun terkena imbasnya. Cita rasa dari sebuah makanan pada umumnya memang dihasilkan dari kualitas bahan baku yang digunakan, takaran gula, garam, serta bumbu lainnya, hingga piawainya juru masak itu sendiri. Namun, penelitian yang dilakukan Charles Spence, PhD, salah seorang profesor dari Oxford University menyatakan penentuan musik juga ambil bagian dari cita rasa yang tersaji.

"Jika musik terlalu keras, hal itu dapat menekan kemampuan seseorang untuk mencicipi makanan. Semua orang berpikir bahwa mereka dapat mencicipi makanan di piring mereka atau minuman di gelas mereka, tanpa menghiraukan hal lain seperti musik latar, namun bukti gastrofisika baru menunjukkan bahwa tidak demikian. ” Ungkap Charles Spence, PhD.

Crossmodal Research Laboratory di Oxford University, menerangkan atas hasil penelitiannya bahwa seseorang mengasosiasikan nada tinggi, seruling, dan denting piano dengan rasa manis sedangkan nada yang lebih dalam bergema identik dengan rasa pahit. Lebih lanjut, penelitian yang dipimpin oleh Charles Spence, PhD ini melakukan uji coba dengan memberikan cinder toffe untuk dicicipi oleh sekelompok relawan sembari memainkan suara frekuensi tinggi dan rendah. Ia pun meminta mereka untuk menilai rasa dalam skala mulai dari manis hingga pahit. Nada tinggi meningkatkan rasa manis dan nada rendah justru mengeluarkan rasa pahit. Meskipun begitu, sang peneliti belum cukup puas akan temuannya dan mencoba melakukan penelitiannya di sebuah restoran, bekerja sama dengan seniman makanan Caroline Hobkinson.

Selama satu bulan, restoran di London Inggris yaitu House of Wolf menyajikan "sonic cake pop". Kudapan berupa toffee pahit berlapis cokelat yang datang dengan sebuah nomor telepon. Di ujung telepon yang lain adalah seorang operator yang menginstruksikan pelanggan restoran untuk menekan satu untuk manis dan dua untuk pahit. Mereka memainkan suara bernada tinggi dan rendah yang sesuai. Reaksi Caroline Hobkinson sendiri yang turut uji coba begitu terkejut karena selalu berhasil setiap kesesuaian frekuensi dan rasa yang dihasilkan.

Berbicara mengenai musik tentunya tidak terlepas dari sebuah kurasi. Restoran pastinya membutuhkan pengurasian yang tepat untuk memanjakan pelanggan tidak hanya dari segi rasa melainkan juga emosi dan suasana yang hadir ditengah-tengah pengalaman menyantap makanan tersebut. Michael Smith, seorang disc jockey dan music supervisor untuk The Playlist Generation, menjelaskan mengenai metodenya dalam mengurasi musik untuk sebuah restoran.

Michael Smith bersama tim akan mengunjungi restoran terlebih dahulu dan berbicara dengan menejamen restoran tersebut berkaitan dengan "Bagaimana mereka memposisikan diri dari sudut pandang Public Relation". Mereka juga akan melihat menu yang disajikan lalu menelaah secara lebih dalam. Setelah menerima semua info itu, mereka menjalani sebuah metode yang Ia namakan "proses identitas sonik" untuk menemukan apa yang unik dari restoran tersebut untuk menghasilkan susunan musik yang cocok. Metode tersebut Feastin’ kutip dari wawancara Michael Smith dengan Thrillist.

Ruang yang tidak diisi dengan musik terkadang begitu hampa meskipun kerap terdengar dialog yang berlangsung antara orang-orang disekitar. Namun, musik juga tidak dapat dipandang sebelah mata hanya sebagai pengisi kekosongan belaka karena dibalik untaian lirik, petikan senar, atau tabuhan perkusi terdapat dampak yang berpengaruh atas pengalaman menyantap hidangan seseorang.

Faldy Pamungkas

Pemerhati band Genesis baik era Peter Gabriel maupun Phil Collins. Tangguh seperti Rocky Balboa serta banyak akal layaknya MacGyver.

https://obserfaldy.medium.com/
Previous
Previous

Cracking Zuppa Soup

Next
Next

Makan 20 Menit dari Perspektif Kesehatan