Setetes FO Syrup: Ketika Keunggulan Rasa Berpadu dalam Strategi Efisien
Sirup menjadi komponen yang tak kalah penting dalam sebuah hidangan baik dalam bentuk minuman maupun makanan. Bagaimana jika komponen pelengkap ini memainkan peran efisiensi di dalam bisnis dengan harga lebih terjangkau namun dengan intensitas rasa dan aroma yang lebih kuat?
Di sebuah kedai kopi mungil di pinggiran Yogyakarta, seorang barista muda menuangkan sirup peach ke dalam shaker-nya. “Kita enggak cuma jual kopi,” katanya pelan, “kita jual rasa yang bikin orang mau balik lagi.”
Di era pasca-pandemi, rasa bukan lagi pelengkap. Ia jadi bahasa baru dalam industri F&B, di mana kreativitas, efisiensi, dan kualitas harus jalan beriringan. Bukan sekadar soal kopi atau dessert viral, tapi tentang bagaimana rasa bisa menjadi strategi bertahan. Dan di balik banyak kreasi itu, ada satu elemen yang kerap luput: sirup.
Dulu, sirup identik dengan rasa manis. Kini, ia bisa menjadi karakter.
FO Syrup (Baca: Ef-O) brand asal Turkiye produksi Azmet Group hadir menjawab kebutuhan industri F&B di Indonesia. Bukan pemain baru, FO berdiri sejak 1988 dan telah hadir di lebih dari 90 negara. Lewat kerja sama dengan Toffin Indonesia sebagai distributor resmi, FO membawa janji sederhana namun kuat: varian rasa yang luas, kualitas global, dan harga yang ramah bagi pelaku usaha. Saat ini, 60 varian rasa telah dikurasi Toffin untuk pasar Indonesia — dari varian klasik seperti vanilla, caramel, dan hazelnut, hingga floral dan buah seperti rose, peach, lemon, serta pistachio yang nutty.
“Salah satu kekuatan FO adalah aroma dan rasa yang intens, jadi cukup pakai sedikit tapi tetap terasa,” ujar Novy, General Sales Manager Toffin Indonesia. Dengan harga sekitar Rp 88.000–Rp 90.000 per botol 700 ml, FO menjawab kebutuhan akan efisiensi—faktor penting di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih.
Harga tersebut lebih terjangkau dibandingkan beberapa merek lain di pasaran yang berada pada harga Rp 110.000–Rp 150.000 untuk ukuran serupa. “Dengan harganya yang kompetitif, harapannya pelaku bisnis enggak khawatir khususnya dari segi costing sehingga bisa lebih fokus ke customer experience atau R&D development” jelas Ario Fajar, Head of Marketing dari Toffin Indonesia.
Namun ini bukan soal harga semata.
“Sekarang konsumen makin sadar apa yang mereka konsumsi. Gula dikurangi, cerita di balik menu dicari,” lanjut Ario. FO hadir dengan kadar manis rendah dan aroma ‘clean’, menjawab tren tersebut. Menariknya, meski berasal dari Turki—negara yang terkenal dengan kudapan manis—sirup ini justru tampil dengan karakter rasa alami yang tidak berlebihan. “Jika ingin minuman yang lebih manis, konsumen bisa menyesuaikannya dengan tambahan gula,” ungkap Novy. “FO Syrup pun enggak terbatas buat minuman di coffee shop, tapi juga bisa dipake mixologist bahkan pastry chef. Bahkan, beberapa café pake FO sebagai perasa dalam mochi powder, clear jelly, dan soft ice cream,” tambahnya.
Lebih dari sekadar produk, FO Syrup dan Toffin juga aktif mendekatkan diri ke komunitas F&B. Mulai dari pelatihan pengembangan menu bersama trainer bagi usaha yang menggunakan FO Syrup, kolaborasi antar brand, hingga kehadiran sebagai official syrup perwakilan indonesia dalam ajang World Coffee in Good Spirit Championship 2025 mendatang. Upaya ini seperti menjahit kembali hubungan antara industri dan inovasi, antara pelaku dan cita rasa.
Saat ini, FO Syrup telah hadir di 18 cabang Toffin Indonesia, yang berada di kota-kota besar wilayah Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Bali. Untuk pembelian online, FO tersedia melalui Toffin App, yang menawarkan harga khusus serta kemudahan distribusi, memastikan pelaku usaha dari berbagai skala dapat mengakses produk berkualitas dengan mudah.
Dalam F&B, bertahan bukan hanya soal margin, tapi soal rasa—yang membekas, yang mengundang kembali. Dan kadang, semuanya bermula dari satu tetes sirup
