Iron Fist: Nakal yang Menyenangkan

Restoran kolaborasi Po Noodle Bar dan Lawless Burgerbar ini membawa terjemahan mereka sendiri terhadap masakan Amerika-Tionghoa.

Ultimate BBQ Rice. | Foto oleh Feastin

Jalan kaki di kawasan Melawai adalah pengalaman yang mesti dirasakan oleh siapa pun di Jakarta. Ketika banyak kawasan nostalgia membuat waktu serasa berhenti, tidak dengan distrik ini. Sesuatu yang baru dan nyentrik hadir beriringan dengan insititusi klasik seperti restoran Jepang atau toko emas Singgalang. Melawai seakan bisa mendapat tempat di tiap generasi baru yang muncul, dan kali ini makanan dan minuman sebagai jembatannya. 

Iron First, restoran kolaborasi Po Noodle Bar dan Lawless Burgerbar adalah salah satu produk yang lahir di masa pandemi. Lokasinya persis bersebelahan dengan Kashiwa dan ramen Echigoya yang legendaris. Kami datang pas saat tanda closed berganti open. Persimpangan distrik Melawai masih sepi, namun di dalam Iron Fist, energi terbentuk dari visual ruang makan yang menghantam mata dengan warna-warnanya yang mencolok. Cuplikan-cuplikan film kolosal Tionghoa direpro ulang dalam sentuhan pop-art seakan dibuat oleh Andy Warhol. Begitu juga meja dan kursi dari kerangka baja namun punya atmosfer seperti di sebuah kedai dim sum. Dari kedua elemen ini kita bisa melihat apa yang ingin disampaikan sebetulnya oleh Iron Fist, yaitu perpaduan Amerika dan Tionghoa.

Iron Fist bermain dengan gaya industrial dari segi interior. | Foto oleh Feastin

Premis Amerika-Tionghoa langsung terlihat dalam pemilihan menu di sini. Mala mac’n cheese ada di urutan pertama saat menu dibuka – sangat menyimpulkan segalanya. Lalu ada sesuatu yang nyeleneh seperti Cheeseburger claypot rice (siapa pula yang berpikir menyatukan crown jewel kuliner Amerika dengan kesederhanaan sebuah claypot?) Tidak berhenti di situ, claypot perkawinan Amerika-Tionghoa menyusul dengan dileburnya gumbo – ikon dari roh kuliner Creole asal Louisiana –  dengan bok choy dan daun ketumbar dalam satu claypot.

Tergoda dengan pendekatan nakal Iron Fist, kami memesan satu hidangan dari tiap satu kategori menu. Claypot, nasi campur, sides, sandwich, tidak ada yang absen di meja kami. Potato chips buatan Iron Fist disajikan dengan bubuk rempah shaokao (barbeku ala Tionghoa yang banyak ditemukan di Beijing hingga Xinjiang), membuat kami berpikir mengapa tidak ada potato chips dengan bumbu ini sebelumnya? Lalu, kami melanjutkan dengan melahap Iron Boy, yang sebetulnya plesetan dari po’boy, menu sandwich udang dari Louisiana dan pesisir sungai Mississippi. Iron Fist menambahkan acar lobak merah, yang artinya mereka paham kalau konsumen lokal menginginkan sesuatu yang segar dalam sandwich mereka. Udang juga digoreng dengan lapisan batter yang tipis, dan mayo yang tak dominan. Sehingga manis masih didominasi udang alih-alih mayonnaise.

Iron Boy, versi lokal dari Po’Boy. | Foto oleh Feastin

Sebetulnya saat kami tahu bahwa Po Noodle Bar melakukan kolaborasi dengan Lawless Burgerbar, ada satu yang kami takutkan: Apakah hidangan mereka akan terlalu pekat dan loaded? Lawless tentu popular dengan porsi burger mereka yang dominan, sementara Po Noodle Bar dengan karakter mie yang rich dan cenderung oily. Tidak salah bila gambaran tersebut terbawa oleh konsumen saat ingin menyantap Iron Fist. Kelimpahan dan unsur richness itu terpampang nyata saat Ultimate BBQ Rice hadir. Bukan hidangan bagi mereka dengan jantung lemah, charsiu beef bacon, ayam panggang, braised beef brisket ditata menggunung di atas nasi, yang juga disiram dengan saus buatan Iron Fist. Berlemak? Tentu saja. Kaya rasa? Itu juga. Tapi mereka menyeimbangkan dengan acar yang juga disajikan cukup.

Di sisi lain, menu claypot hadir. Yang kami lihat menarik, adalah Iron Fist menggabungkan dua cuisine yang sungguh berbeda di dalamnya, yaitu Karibia dengan Tionghoa. Namun kami harus bilang cerdas, karena chef dan perancang menu Iron Fist menemukan satu kesamaan dari masakan Karibia dan Tionghoa: black bean, atau douchi, atau kacang hitam. Black bean dipadukan dengan nasi – sangat Karibia – namun dimasak dalam claypot sehingga muncul tiga tekstur di dalamnya: kenyal (dari kacang), lembut (dari nasi), serta renyah (dari kerak nasi). Jerk chicken gaya Iron Fist yang menurut kami versi sopan dari jerk chicken Karibia yang seharusnya membuat mata melek, justru kalah dengan nasi yang jadi bintang utamanya.

Mulut agak berminyak, perut sangat kenyang, adalah hal yang mungkin akan dialami semua orang setelah makan di restoran ini. Iron Fist memang bukan tempat untuk tukang makan yang pilih-pilih. Tempat ini bukanlah destinasi bagi mereka yang gemar hitung kalori. Iron Fist memang restoran yang nakal dan nyeleneh dengan gayanya sendiri. Namun dalam rutinitas kita yang jujur sering kali membosankan, terkadang kita perlu sedikit kenalakan agar hari-hari terasa lebih hidup dan bervariasi.

Fasad Iron Fist. | Foto oleh Feastin’

Iron Fist

Jl. Melawai VIII, No.3. Kebayoran Baru. Jakarta Selatan (Persis di sebelah Kashiwa dan Echigoya)

Opening Hour: 12:00 – 22:00

Recommendation: Ultimate BBQ Rice, Jerk Chicken Claypot.

Details: Ramah anak-anak dan orang tua. Terdapat smoking area yang terpisah dengan ruang makan utama.

Setiap kolom penulisan Eating Out telah mengikuti kode etik Feastin’.

Feastin' Crew

Tim penulis yang selalu lapar, entah itu akan informasi baru atau masakan lezat di penjuru kota.

Previous
Previous

Mie Celor 6D, Sepetak Rasa Palembang di Melawai

Next
Next

Review: Pò SupperKlab