Ragam Kuliner Sekitar Rumah Potong Hewan
Radya Mahardika mengunjungi rumah potong hewan bukan untuk mencari bahan makanan, namun untuk mencari tempat makan. Berikut kisahnya bersantap di berbagai warung makan dekat rumah potong hewan.
Apa yang pertama kali terbersit di benak kita kala mendengar istilah Rumah Potong Hewan atau RPH?
Mungkin bisa dibayangkan suasana padat kendaraan pengangkut hewan ternak yang lalu lalang keluar masuk lokasi pemotongan, atau barangkali tampak keriuhan satwa ruminansia yang saling bersahutan di kandang karantina sembari menunggu antrian, atau juga terdengar suara denting logam penggantung daging yang beradu dengan gurauan para jagal yang bertugas melawan dinginnya malam.
Kehadiran RPH berperan strategis dalam proses penyediaan daging yang nantinya akan kita konsumsi. Namun kali ini saya belum akan bercerita tentang aktivitas di dalam RPH maupun hasil akhir produksi dari RPH yang bisa kita nikmati dalam sepiring rendang yang tidak akan cukup dihabiskan dengan satu centong nasi, semangkuk rawon yang lengkap dengan telur asin dan bawang goreng diatasnya, maupun setusuk sate maranggi dengan lemak yang meleleh di tengahnya.
Mari kita luangkan sejenak untuk mengamati kreativitas pegiat kuliner yang berada di sekitar area RPH (bahkan tak jarang juga berada di dalam komplek RPH itu sendiri) dalam mengolah aneka bagian daging yang "tidak begitu umum" menjadi kudapan otentik yang luar biasa.
Alih-alih menggunakan daging sapi prime cut atau bahkan secondary cut sebagai bahan baku utama kuliner khasnya, pada beberapa area RPH yang sempat saya hampiri, karakteristik kudapan yang berada di setiap lokasi tersebut umumnya serupa, seakan-akan memiliki dimensi teritori yang berbeda dibandingkan gaya kuliner yang umum ditemui pada Kabupaten atau Kota yang sama.
Hal ini mengingat masakan yang disajikan di area RPH (umumnya RPH sapi) seringkali menggunakan bagian daging yang bukan merupakan bagian yang umum dikonsumsi oleh masyarakat kebanyakan, serta diolah dengan proses masak yang tidak memerlukan waktu lama (diluar persiapan bahan mentah seperti proses pengempukan daging). Tak jarang ditemui, ada pula yang menggunakan jerohan sebagai menu primadona masakan yang dijual oleh para pegiat kuliner di area RPH, contohnya seperti babat maupun usus sapi.
Kembali lagi, meskipun aneka bagian yang dimanfaatkan merupakan bagian yang sebetulnya "dibuang", namun di tangan kreatif setiap pengolah rasa, bahan-bahan tersebut dapat diracik menjadi olahan sedap..
Salah satu kudapan legendaris yang berada di area RPH wilayah Jawa Timur dapat kita temui pada Nasi Babat Pegirian, yang aktif beroperasi sejak menjelang maghrib hingga dini hari (dimana selama itu tidak ada sekalipun istilah sepi antrian, semoga kamu hoki ya kalau berkesempatan kesini). Terletak tepat di seberang RPH Pegirian, Kota Surabaya, tempat makan dengan konsep tenda ini menyajikan babat goreng maupun usus goreng (ada lauk dari bagian lain, tapi dua ini jawaranya) sebagai menu utama dengan didampingi nasi jagung serta sambal bawang yang pedasnya membuat betah kita untuk begadang. Apakah babat atau ususnya alot? sayangnya tidak sama sekali, skuad pengolahnya cukup lihai.
Selanjutnya, kreasi kudapan ajaib di bilangan RPH dapat kita temui saat berada di sekitar RPH Mambal yang berlokasi di Kabupaten Badung, Bali. Dinamai Warung Lawar Bali yang terletak tidak jauh dari lokasi RPH Mambal, alias tepat di depan Pasar Mambal, lidah kita akan langsung dimanjakan dengan gurihnya lawar putih sapi yang berasal dari potongan tipis kulit sapi, dengan dilengkapi soto berkuah kuning yang segar dan sate sapi bumbu kacang sebagai pelengkap seporsi komplit lawar, sebelum akhirnya ditutup dengan kesegaran es temulawak asli Pulau Dewata, auh nikmat sekali.
Apabila dirasa kedua titik tadi belum memungkinkan untuk dihampiri dari lokasi kediaman saat ini, mungkin kita merapat dulu ke RPH yang tidak terlampau jauh dari ibukota? ada juga.
Di sekitar Jakarta, kita dapat melihat keunikan kuliner sekitar RPH di RPH Bayur, Kota Tangerang. Mungkin akan banyak yang mengamini jika kudapan legendaris di area RPH Bayur yang terkenal dengan julukan Nasi Jagal memang sulit untuk tidak dihampiri kala berada di sekitar sini.
Nasi jagal merupakan menu nasi dengan lauk tumisan daging yang umumnya berasal dari bagian sapi dengan karakteristik kenyal namun kurang begitu dimanfaatkan untuk masakan populer Indonesia, seperti daging di bagian kepala. Didominasi wangi dan manisnya kecap manis, amboi sedap sekali masakan ini ketika dikombinasikan dengan nasi pulen yang panas.
Lokasi penjualan para penjaja nasi jagal sebetulnya tersebar merata di pinggiran RPH Bayur, namun terdapat satu warung yang menurut saya wajib untuk dikunjungi karena nuansanya, yaitu warung yang terletak di bagian ujung di dalam komplek RPH Bayur (jangan ragu, memang dibuka untuk umum kok) dan pastikan ketika berkesempatan kesini, cobalah memesan menu spesial alias nasi goreng jagal.
Disamping tiga kudapan unik sebagaimana disampaikan diatas, masih banyak sekali ragam olahan masakan legendaris seperti tongseng sapi di area RPH Bateembat Cirebon, nasi batuar (maresa) yang menggunakan daging tenggorokan sapi di dalam RPH Krian Sidoarjo, serta kudapan di area RPH lain yang seakan-akan memiliki warna berbeda di setiap wilayah yang menaunginya.
Mungkin setelah ini bisa cek dulu lingkungan RPH yang ada di wilayah tempat tinggal masing-masing, barangkali menyimpan keunikan yang belum sempat terjamah media daring? siapa tahu?.
Meskipun kudapan-kudapan tersebut memiliki satu rumpun bahan yang sama yaitu bagian dari daging sapi, namun dengan pengaruh dan sentuhan berbeda di lingkungan RPH wilayah tertentu, makin beragamlah variasi olahan yang pada akhirnya dapat menambah khasanah kamus lidah kita, khususnya terhadap olahan bagian daging tertentu yang tak terbayangkan sebelumnya jika diolah bisa menjadi luar biasa.
Tidak menutup kemungkinan pula, kedepan akan semakin banyak olahan ajaib lain yang belum terbayangkan saat ini, muncul dari area RPH karena kreativitas masyarakat sekitar, di mana nantinya dapat menjadi inspirasi pejuang kuliner nusantara untuk dibawa ke kancah dunia.
Dan yang paling penting dari semuanya, dari beberapa hal di atas, akhirnya saya makin bangga, karena dalam mengoptimalkan aneka bagian hewan untuk dikonsumsi, kreativitas masyarakat Indonesia memang belum ada lawannya.