Feastin’s Delicious Destinations 2025
Indonesia, negara kita yang melimpah ruah kulinernya dari Sabang hingga Merauke; dari ragam rempah Minangkabau hingga steak modern di jantung Jakarta. Sebagai upaya merayakannya, Feastin’ menghimpun daftar lima kota yang kami anggap sebagai destinasi makan-makan, dan akan diperbaharui setiap tahunnya.
Momen libur telah tiba. Jutaan warga melakukan mobilisasi raksasa, ada yang pulang ke kampung masing-masing, ada pula yang bergerak dengan mood ceria berwisata ke ragam destinasi yang di pelosok Indonesia. Pun tim kami melakukan hal serupa. Di tengah posisi kuliner – atau gastronomi – mulai menjadi destinasi tujuan berwisata, kami menyadari satu hal: Tidak adanya daftar yang menghimpun secara komprehensif kota kuliner di Indonesia. Ya memang secara intuitif beberapa kota sudah memiliki reputasi tersebut, namun apa iya hanya itu-itu saja? Kota kuliner bukan hanya tentang makanan yang mereka tawarkan, tapi juga berbagai elemen yang membuatnya layak disebut sebagai destinasi. Tentu makanan nomor satu, itu pun harus dilihat dari berbagai spektrum dari segi kekhasan, identitas kuliner, sampai variasi yang ditawarkan. Namun ada juga elemen seperti sejarah kota, tata ruang dan elemen arsitektur, hingga budaya dan elemen komunitasnya. Sehingga pengalaman makan jadi lebih berkesan karena melebur dengan pengalaman eksplorasi kota.
Dari sinilah Feastin’ merasa perlu dibuatnya sebuah daftar tentang kota-kota di Indonesia yang kami rasa layak disinggahi untuk bersantap. Tentu saja setiap orang punya pandangan dan opini tersendiri terhadap wilayah mana saja yang mereka anggap layak disebut destinasi makan-makan, and that’s great! Daftar yang kami himpun tidak mengesampingkan kawasan lain, yang kami juga sadar betul pasti menyimpan kelezatan tersendiri. Namun izinkan kami mengemukakan juga daftar yang menjadi favorit berdasarkan opini editorial kami. Semoga liburan kali ini menyenangkan dan diisi oleh hidangan-hidangan lezat dari berbagai kota Indonesia.
1. Semarang, Jawa Tengah
Bicara Semarang berarti bicara akulturasi kuat antara budaya Jawa dan Tionghoa. Semarang tak hanya soal lumpia dan nasi goreng babatnya. Saya suka memulainya dari pasar, dan Pasar Gang Baru di pagi hari sungguh menyenangkan. Di sini, pecel semanggi dengan sate keong bisa dijadikan awalan. Lalu bila masih lapar, semangkuk Soto Bokoran dengan pugasan bawang putih gorengnya dan kuah kaldu yang cenderung ringan jadi duet sarapan penuh gizi. Makan siang kota ini menyajikan ragam pilihan mulai dari ayam goreng legit khas Jawa yang paling populer disajikan oleh Pak Supar, atau asam-asam yang sebetulnya banyak ditemukan juga di berbagai kota pesisir tetangga seperti Demak. Kaya dengan restoran-restoran Tionghoa yang telah mewarnai kota sejak lama seperti Toko Oen, Boen Tjit, serta Happy, menu seperti mun tahu yang sulit dijumpai di kota lain dapat ditemukan di sini.
Bila pagi hingga sore telah diisi dengan makanan khas kota, maka malam hari layak untuk menyantap sisi lain Semarang. Siapa sangka, di luar Jakarta dan Bali, Semarang adalah satu-satunya kota di Indonesia yang juga memiliki establishment yang menyabet penghargaan bergengsi Asia’s 50 Best Bars. Tahun 2023, Wishbone, sebuah bar yang berada tepat di atas Brewery, masuk dalam daftar bar-bar terbaik di Asia di posisi ke-76. Rupanya Wishbone seperti façade atas gaya hidup baru yang bergejolak di kota ini. Bahkan Spiegel, restoran yang menempati posisi paling strategis di kota lama Semarang, hadir dengan wajah baru dan koleksi menu baru yang menawan. Ada sentuhan Spanyol dalam menunya, Italia pun juga, serta koleksi wine yang premium. Memulai makan malam dengan segelas riesling Domaine Schlumburger menatap kawasan kota lama dari jendela-jendela Spiegel yang tinggi, indah bukan?
2. Ubud, Gianyar Bali
Ada alasan kuat mengapa Ubud dimajukan oleh pemerintah Indonesia sebagai kota gastronomi ke Badan Pariwisata Dunia PBB (UNWTO). Kota kecil dengan status kecamatan dan desa ini menyimpan potensi gastronomi yang luar biasa besar. Dari segi identitas sendiri, Ubud dianggap sebagai pusat seni Bali yang sangat kental dengan elemen spiritual dan hubungan holistik antara alam, manusia, dan Tuhan. Namun dari segi gastronomi, Ubud punya peran penting dalam gastronomi modern Indonesia, di mana dua dekade lalu, genre Indonesia kontemporer lahir di sini, di sebuah restoran bernama Mozaic. Dari Mozaic, Ubud berkembang menjadi destinasi fine dining kelas global, di mana restoran-restoran award-winning seperti Locavore – yang kemudian berubah menjadi Locavore NXT – serta Room 4 Desserts berlokasi di Ubud. Tak hanya restoran modern dengan kelas global, Ubud adalah destinasi penikmat makanan berbasis vegetarian. Setiap gang di Ubud selalu menggelitik perut dan lidah, dari Jalan Goutama dengan Warung Siam, hingga Jalan Arjuna dengan Ayam Betutu Pak Sanur.
Destinasi yang tersembunyi yang bertenggir di sisi tebing Sungai Ayung pun juga tak kalah menawan, seperti The Sayan House, The Restaurant at Amandari, serta Kubu at Mandapa: a Ritz-Carlton Reserve.
3. Jakarta Selatan, Daerah Khusus Jakarta
Rombongan masuk keluar stasiun MRT Cipete sambil membawa kopi to-go, anak-anak muda saling bertabrak bahu di ramainya trotoar Melawai, mobil-mobil yang menurun dan naikkan penumpang yang sudah bersolek di sepanjang Senopati dan Gunawarman – selamat datang di Jakarta Selatan. Jakarta Selatan (Jaksel) merupakan kotamadya terbesar di Daerah Khusus Jakarta. Sejak tahun 1970-an, kawasan ini memang telah menjadi episentrum anak muda dengan ragam makanannya. Namun baru 10 tahun terakhir kawasan ini kembali menyematkan dirinya sebagai destinasi makan dan minum yang layak diperhitungkan. Jaksel punya semua jenis makanan dan minuman untuk semua lapisan masyarakat tua dan muda.
Ingin menikmati makanan tradisional penuh nostalgia? Pasar Mayestik adalah jawabannya. Ingin menyantap yakitori seperti hatsumoto hingga bonjiri autentik? Pergilah ke Tori Sei dan Tori Hachi di Melawai Blok M. Mau bersantai di kafe sembari channeling your contemporary artist soul? Papilion’s Market Place di Kemang cocok untukmu. Atau, mungkin di hari spesial mau makan di tempat yang spesial juga? Well, restoran terbaik di Indonesia berdasarkan daftar Asia’s 50 Best Restaurants juga ada di Jaksel, yaitu August. Di luar macet dan hiruk pikuknya, pesona Jaksel memang membius siapapun yang pernah ke sana.
4. Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta
Apabila kamu berwisata ke Daerah Istimewa Yogyakarta, sempatkan satu atau dua hari tinggal di daerah Bantul. Kawasan ini berada tepat di Selatan Kota Yogyakarta dan memiliki batas paling Selatan dengan Samudera Hindia. Bila kuliner Kota Yogyakarta semarak dengan santapan yang khas dengan budaya Keraton dan kekhasan Yogyakarta pada umumnya, Bantul punya pendekatan yang lebih berbeda. Di sini adalah tempat di mana sate klathak terbaik yang pernah kami coba tersaji di warung Sor Talok, persis menghadap persawahan. Sate klathak Sor Talok punya tekstur kambing yang sungguh empuk, tebal, dan smokiness yang sedap. Di Bantul juga bahan baku langka gastronomi Jawa, yaitu mie lethek, masih lestari dibuat oleh pabrik Cap Garuda. Bantul juga punya bakpia – yang lagi-lagi buat kami punya rasa dan tekstur paling pas sesuai selera kami di banding ragam bakpia lain. Bakpia yang kami maksud berlokasi di Desa Kemusuk, di jantung rumah kelahiran Presiden Soeharto. Masih dimasak secara rumahan, Bakpia Kemusuk punya kulit yang lebih tipis dan renyah, dengan isian kacang hijau yang sungguh lembut dan tebal.
Untuk yang mencari ketenangan, di Bantul kamu bisa mampir ke Jiwa Jawi, restoran dengan gaya tata ruang seperti mini resort, dengan makanan yang mengedepankan bahan baku lokal oleh pemilik restoran, Laire Siwi. Ada juga Yabbiekayu di tengah Desa Tembi, memiliki pendekatan vegetarian, tapi diracik dengan sedap, apalagi letaknya ada di Desa Tembi yang mempesona karena tata ruangnya dan destinasi-destinasi kecil seperti galeri dan butik milik Warwick Purser.
5. Bukittinggi, Sumatera Barat
Ayam pop. Nasi kapau. Tambusu. Merupakan tiga dari banyaknya ragam masakan khas Bukittinggi yang sudah menjamur di berbagai kota Indonesia berkat munculnya kedai nasi kapau di mana-mana. Namun berkunjung ke Bukittinggi ibarat perjalanan pilgrim ke salah satu kota suci bagi pencinta kuliner Tanah Air. Destinasi pertama adalah Nagari Kapau di Kabupaten Agam. Di sini, Los Lambuang di Pasar Lereng menjadi pusat lapau Nasi Kapau yang telah disentralisasi, sebuah destinasi gastronomi wajib. Nasi Kapau Ni Lis, Ni Newan, Ni Pit, dan nama-nama lain yang juga menjual ketupat, aneka gulai, dan nasi-nasian ada di sini.
Dari nasi kapau, kita meluncur ke pusat ayam pop. Lokasinya berada di dekat Benteng Fort Knock dan Kebun Binatang Kinantan. Namanya Family Benteng Indah. Ayam pop di sini disajikan dengan dua cara, ada yang klasik tanpa digoreng, ada pula yang digoreng hingga agak kering. Menariknya, sambal ayam pop di sini lebih mirip seperti kuah gulai yang kental dan disajikan di satu piring penuh, berbeda dengan ayam pop yang biasa kita temukan dimana sambal hanya secuil saja dalam piring kecil. Belum puas? Di Pasar Atas, lepas dahaga dengan semangkuk es tebak. Es tebak ibarat hybrid dari bubur kampiun dengan es campur. Sarikayo, es serut, sirup, digunakan di sini. Yang berbeda adalah adanya “cendol” yang dibuat dari tepung beras ketan – mirip tekstur teoppokki Korea – namun berukuran jauh lebih kecil.