Dalbodre Café: Sepetak Urban Seoul di Terogong

Dari kue mugwort, sandwich cheesecake, sampai Korean toast bisa kamu temukan di Dalbodre.

Photo by Natasha Lucas

Photo by Natasha Lucas

Jangan bayangkan fasad Instagramable di depannya. Bukan juga terletak di Koreatown yang fancy seperti Blok S dan Senopati. Cafe ini berdiri di atas sebuah laundry kiloan, di deretan ruko sederhana yang persis berada di depan pintu masuk Jakarta Intercultural School (JIS) di Terogong, Jakarta Selatan. Hanya dengan patokan plang hitam berhuruf kuning, mobil kami parkir. Dari depan, tidak ada yang spesial dengan lokasinya. Dalbodre berada di lantai dua. Selain laundry, di lantai bawah ada toko mainan yang entah siapa pengunjungnya. Ada juga restoran yang berusaha membuat masakan Italia dengan embel-embel angka 1947, seakan Ia sudah berdiri dua tahun setelah Kemerdekaan Indonesia.

Menaiki tangga besi, hanya ada tulisan hangul di dindingnya. “Ini apa ya?” Tunjuk kami saat tiba di etalase cafe. “Ini scone pak. Freshly-made setiap pagi,” kata Tania, cashier yang merangkap waiter yang merangkap runner, namun tetap dengan attitude hangat dan penuh antusiasme menjelaskan. “Ini cranberry scone, ini original scone, ini savory scone dengan daun bawang. Ada juga ini,” jarinya menunjuk ke deretan kue-kue mungil di atas tatakan tier, “Ini pound cake.” Ada cukup banyak pound cake dan scone di sini. Scone yang punya asal dari Inggris rupanya sangat populer di bakery dan café yang tersebar di kota Seoul, Korea Selatan. Kecintaan mereka dengan scone pun terbukti dari beberapa tahun lalu saat Korea Selatan dilanda demam Ang-Butter Scone, yang adalah scone dengan pasta kacang merah serta mentega.

Ruangan café cukup luas, berpencahayaan baik, dan menariknya minim spot Instagramable dibandingkan café ala Korea atau Jepang kebanyakan (angkat topi untuk pemilik). Semuanya didesain ringan, namun tetap modern dan terasa urban. Selain kami, ada keluarga dari Korea yang sepertinya sedang menghabiskan hari libur di sini. Wajah dan gerak tubuh mereka menyiratkan kalau mereka merasa nyaman, tidak terintimidasi.

Kami pesan beberapa makanan dari menu Dalbodre yang bisa dibilang lumayan banyak untuk sebuah café yang tidak berada di area ramai. Tania datang, membawa ke meja kami Korean toast yang dipenuhi dengan kubis ungu dan putih yang halus yang mengingatkan dengan sebuah coleslaw, ham, telur dadar yang sungguh lembut dan creamy, serta toast yang agak manis tapi dengan baiknya di panggang hingga sedikit berkerak.

Tania diikuti rupanya oleh salah satu pemilik yang merupakan pasangan muda asal Korea. Ia membawa mugwort pound cake yang punya aroma seperti wijen hitam digabung dengan rumput laut digabung lagi dengan matcha. Mugwort sendiri merupakan daun herbal dari Korea yang sedang naik daun sebagai bahan baku di sana. Datang juga scone cranberry, yang hadir dengan aroma manis susu serta mentega yang semilir, volume scone yang padat dan berwarna permukaan keemasan. Serta satu lagi, sebatang snack manis yang berbentuk persegi panjang, yaitu adonan cheesecake yang diapit dengan dua biscuit Lotus sehingga seperti sebuah ice-cream sandwich.

Mata kami tertuju pada “cheesecake sandwich” Lotus yang berdiri di atas piring elegan putih bergaris emas. Warna cheesecake itu menggiurkan, seperti potongan mentega diletakkan di situ. Salah satu hal yang kami senang kalau datang ke restoran baru dan mencoba semuanya, adalah terkadang kita bisa ketemu dengan menu yang membuat kita bertanya-tanya, “Kenapa ya nggak ada yang kepikiran sebelumnya untuk bikin ini?” Inilah pikiran yang keluar saat mengunyah cheesecake dingin dan lembut yang kontras dengan tekstur biscuit Lotus yang sangat renyah, lebih renyah dari biasanya. Rasa cheesecake yang manis dan sedikit asam itu langsung bermain dengan rempah dari Lotus, sehingga tidak ada namanya aftertaste pekat sebagaimana makan cheesecake pada umumnya. Yang ada hanya mau mengunyahnya lagi dan lagi.

Untuk Korean toast, ukurannya cukup mengenyangkan karena banyaknya kubis. Memang dari segi ukuran, kami rasa kubis ini terlalu banyak, tapi dengan cara mereka memotongnya sangat halus, sehingga tidak punya bau tajam kubis yang khas dan masih kasih peluang untuk rasa gurih ham, omellete dengan daun bawang, serta roti yang agak manis untuk muncul. Di Korea Selatan, konsep toast seperti ini dipopulerkan oleh sebuah brand bernama Isaac dari tahun 1995 di beberapa distrik turis populer seperti Myeongdong dan Hongdae. Walaupun tidak seramai Isaac, toast buatan Dalbodre dieksekusi dengan baik. Segar, kontras dingin sayur dan hangat telur dan roti, sedikit asam dari saus, creamy, tidak ada yang salah dari ini. Terkadang ketika kita lagi ingin menghabiskan waktu santai di sebuah café, bukankah makanan sederhana yang dieksekusi bagus seperti ini yang kita inginkan?

Scone juga dipanggang dengan baik. Aroma mentega yang sangat terasa, teksturnya tidak kering, cranberry yang cukup royal tersebar di dalam scone, saling memberikan rasa kecut dan manis yang beriringan. Namun downfall adalah selai yang kami minta untuk mendampingi scone dan kami harapkan dibuat sendiri, rupanya hanyalah selai strawberry dari toko, itupun bukan yang kualitas bagus. Sangat disayangkan ketika seluruh experience aneka kue house-made yang dapat dikatakan berhasil, akhirnya tercela karena sepiring kecil selai.

Setelah menghabiskan seruput terakhir kopi dan air mineral, kami beranjak pergi, seiring dengan datangnya beberapa orang Korea lagi ke sini. Sang pemilik wanita menuntun kami keluar, seperti mengantar saudara yang mau pulang sehabis main seharian di rumahnya. Hal ini membuat kami mengingat kembali kalau Jakarta – di luar segala keburukan karena politik dan tetek bengek lainnya – sebetulnya adalah hub komunitas antar kultur yang indah. Kalau mereka saja sudah nyaman ada di sini, mengapa bukan kita?

Jl. Terogong Raya No.36, Pondok Indah, Jakarta Selatan (Persis di depan Jakarta Intercultural School)

Opening Hour: 08.00 AM – 07.00 PM (08.00 – 19.00)

Recommendation: Korean toast dan sandwich, aneka scone, Lotus “cheesecake”

Details: Café ini tidak punya akses untuk disabilitas karena di lantai dua. Memiliki smoking room sendiri. Ruang makan yang cukup luas, cocok di masa physical distancing.

@Dalbodre.JKT

Setiap proses dalam kolom Eating Out mengikuti kode etik yang telah ditetapkan.

Kevindra Soemantri

Kevindra P. Soemantri adalah editorial director dan restaurant editor dari Feastin’. Tiga hal yang tidak bisa ia tolak adalah french fries, chewy chocolate chip cookie dan juga chicken wing.

Previous
Previous

Warung SCI Prikhpun Manow: Salah Satu Restoran Asia Terlezat di Ibukota

Next
Next

Lunch For my Husband, Sandwich yang Dibuat dengan Cerdas