Setara di Meja Makan: Mengapa Restoran Harus Menghargai Semua Pengunjung
Restoran sering memprioritaskan influencer dan selebritas, tapi bagaimana nasib pengunjung lainnya?
Foto oleh Dave Photoz pada Unsplash
Apabila restoran terlalu mengandalkan influencer dan selebritas untuk menarik lebih banyak pengunjung melalui konten yang dikemas secara menarik (dan tentunya, perlakuan istimewa terhadap mereka dalam pembuatan konten tersebut) —dapatkah dipastikan bahwa seluruh pelanggan memperoleh perlakuan yang sama?
Di era media sosial saat ini, banyak restoran berusaha keras untuk memanjakan selebritas dan influencer dengan harapan mendapatkan eksposur viral dan tentunya, meningkatkan sales restoran. Namun, dalam prosesnya, banyak restoran justru berisiko mengabaikan pengunjung terpenting mereka: para pengunjung ‘biasa’.
Saya baru saja menonton wawancara antara Ruth Reichl, penulis kuliner ternama asal Amerika Serikat yang pernah menjabat sebagai kritikus restoran di The New York Times, dengan Walter Isaacson. Wawancara tersebut berlangsung pada 2019, tetapi saat menontonnya, saya banyak merefleksikan apa yang ia bagikan dengan realitas yang terjadi di dunia nyata, khususnya di Jakarta.
Salah satu hal yang menohok dari Ruth adalah kisahnya saat menulis tentang restoran Le Cirque di New York City. Sebelum mempublikasikan tulisannya, ia mengunjungi restoran tersebut sebanyak 11 kali, sebagian besar tanpa mengungkap identitasnya. Dalam salah satu kunjungannya, ia diperlakukan dengan buruk, bahkan nyaris diabaikan oleh pihak restoran. Namun, suatu hari, ia memutuskan untuk datang kembali bersama salah satu anggota keluarganya dan menggunakan nama keluarganya untuk reservasi. Ia muncul sebagai Ruth Reichl dan disambut sangat baik oleh pemilik restoran, dan dibanjiri sampanye spesial dan truffle beraneka rupa. Pada artikel yang diterbitkan di New York Times, 29 Oktober 1993, salah satu poin yang ditekankan Ruth Reichl adalah bagaimana perlakuan Le Cirque terhadap pengunjung lain selain Ruth. Hal ini mengingatkan akan pentingnya untuk perlakukan pengunjung secara setara.
Belum lama ini, saya membaca ulasan sebuah restoran di Google Review. Seorang pengguna mengeluhkan betapa sulitnya mendapatkan reservasi di restoran tersebut dan menyoroti bahwa pihak restoran lebih memprioritaskan influencer dengan puluhan ribu hingga jutaan pengikut.
Kasus serupa juga terjadi di sebuah restoran yang menjual produk untuk dibawa pulang. Karena begitu populernya, produk tersebut sering kali habis. Saya menemukan banyak keluhan, salah satunya terkait praktik di mana pemilik restoran menyisihkan stok untuk influencer yang telah menitip pesan sebelumnya. Akibatnya, pelanggan biasa tidak dapat membeli produk tersebut secara langsung. Keluhan tersebut pun menjadi obrolan hangat di media sosial karena influencer banyak yang dengan terbuka membagikan bahwa restoran memang sengaja mengamankan produk tersebut.
Kita tidak bisa menilai seseorang hanya berdasarkan jumlah pengikut di media sosial, posisi prestisius yang mereka emban, atau status mereka sebagai pemengaruh ternama dalam komunitasnya. Setiap individu adalah makhluk sosial yang ingin diperlakukan dengan baik, bahkan secara istimewa — tanpa pengecualian.
Setiap pengalaman pelanggan di meja makan restoran, siapa pun mereka, sama berharganya. Reputasi dari sebuah restoran ditentukan tak hanya dari ulasan positif influencer atau selebritas, namun akumulasi dari pengalaman menyenangkan dari tamu-tamu restoran lah yang membentuk kredibilitas jangka panjang sebuah restoran. Jika sebuah restoran hanya berfokus pada segelintir orang, ia kehilangan peluang dari word-of-mouth yang berpotensi mendatangkan satu, dua, bahkan puluhan reservasi berikutnya. Kesan yang baik dapat menghasilkan ulasan positif yang tentu akan berdampak baik bagi restoran itu sendiri.
Saya harap, tulisan ini menjadi ajakan bagi pelaku industri restoran untuk mulai memberikan perhatian yang sama terhadap siapapun yang memasuki restoran, bahkan kalau ditarik mundur, saat mereka yang sudah memiliki ketertarikan terhadap restoran dan hendak melakukan reservasi. Kolaborasi dengan influencer dan selebritas memang di satu sisi menguntungkan, tetapi, penting untuk tetap memastikan bahwa setiap tamu, mendapatkan kualitas layanan yang sama.
Pada akhirnya, perlu diingat bahwa sudah merupakan suatu kehormatan bagi restoran untuk menjadi pilihan di tengah sengitnya kompetisi di dunia restoran khususnya di Jakarta. Hal terbaik yang bisa dilakukan adalah menjadikan setiap reservasi pengalaman yang berkesan.