Mencegah Kepunahan Lewat Cara Kita Makan

Bagaimana kita bisa mencegah kepunahan dengan menjadi konsumen yang cerdas dan kritis.

Menggunakan bahan baku lokal dapat jadi salah satu cara kita mencegah kepunahan hewan dan tumbuhan.

Menggunakan bahan baku lokal dapat jadi salah satu cara kita mencegah kepunahan hewan dan tumbuhan.

Tepat di saat kamu membaca artikel ini, populasi umat manusia di bumi diperkirakan mencapai 7,8 milyar jiwa. Perlu waktu jutaan tahun agar manusia mencapai populasi 1 milyar jiwa, dan hanya perlu waktu 200 tahun untuk berkembang biak mencapai 7 milyar jiwa. Berarti ada 7 milyar lebih mulut yang harus diberi makan setiap harinya, sehingga tidak heran kalau urusan konsumsi dan makanan menjadi salah satu perputaran ekonomi terbesar di muka bumi. Namun rupanya kegiatan konsumsi manusia punya dampak lain terhadap mahluk hidup, yaitu sebagian dari mereka sedang berada di jurang kepunahan.

Hubungan antara manusia dan perburuan akan makanan memang sudah terjadi sejak ratusan tahun lalu, dimulai dari Homo heidelbergensis (700,000 – 200,000 tahun lalu) dan disempurnakan oleh Neanderthals (400,000 – 40,000 tahun lalu) dengan teknologi yang sedikit lebih maju. Namun sebelum agrikultur menjadi bagian penting dalam konsumsi manusia dimulai dari 10,000 tahun yang lalu, daging-dagingan hingga hewan laut masih jadi bahan baku dominan.

Seiring bertumbuhnya selera dan rasa lapar yang terus menerus berkembang, mulai terlihat dampak lain dari kecintaan manusia terhadap makanan: Yaitu kepunahan. Dalam buku Lost Feast: Culinary Extinction and The Future of Food, Lenore Newman menceritakan contoh konkret bagaimana konsumsi manusia punya andil dalam kepunahan sebagian spesies. Ia mencontohkan bagaimana burung passanger pigeon (Ectopistes migratorius) yang pernah merajai langit Amerika Utara dengan jumlahnya yang mencapai milyaran akhirnya punah karena kegemaran masyarakat untuk menyantap dagingnya yang dikenal lezat. “Di restoran Delmonico’s di New York abad ke-19, chef Charles Ranhofer menjadikan burung passenger pigeon menu sehari-hari restoran. Burung ini dimasak bersama dengan kubis dan turnip secara perlahan.” Jelas Newman kepada National Post. Newman lebih lanjut menjelaskan bahwa bukti jelas kepunahan karena konsumsi manusia ada di hampir tiap era. Ironisnya – menurut Newman – justru banyak terjadi kepunahan di era ketika telegram dan kereta api mendominasi sekitar 150 tahun lalu di Era Revolusi Industri. Ledakan populasi yang besar yang menyebabkan angka konsumsi meningkat drastis.

Namun rupanya bukan hanya hewan saja. Tumbuhan seperti sayuran dan buah-buahan juga sama terancamnya. Mulai dari rempah silphium di era Kekaisaran Romawi hingga buah pir Ansault. Hal ini dikarenakan dua hal, pengolahan secara genetik serta perkembangan pertanian monokultur skala besar. Hal ini cukup mengkhawatirkan karena banyak spesies hewan hingga tumbuhan yang sebetulnya identik di sebuah wilayah saja dan tidak pernah keluar secara masif ke konsumen lain. Sehingga apabila petani atau peternak di wilayah tersebut menghentikan usaha mereka atau beralih ke bahan pangan yang lebih populer, maka akan semakin mengancam keberlangsungan populasi hewan atau tumbuhan unik tersebut. Di Amerika Serikat contohnya, 86% dari spesies apel lokal diperkirakan telah punah dan juga American chesnut sudah terlalu langka. “Kalau kita tidak menumbuhkan mereka, kita akan kehilangan mereka. Sudah terlalu banyak tumbuhan yang hilang.” Terang Richard McCarthy dari SlowFood USA kepada BBC beberapa tahun silam tentang kelangkaan dan kepunahan beberapa tumbuhan panen.

Svalbard Global Seed Vault. | Dok. Crop Trust

Svalbard Global Seed Vault. | Dok. Crop Trust

Fakta inilah yang membuat ilmuan agrikultur Cary Fowler bersama dengan Lembaga Konsultasi Penelitian Pertanian Internasional (Consultative Group for International Agricultural Research – CGIAR) pada tahun 2006 lalu memprakarsai berdirinya Svalbard Global Seed Vault, sebuah bank raksasa yang menyimpan sekitar 6,430 benih tumbuhan pangan dari 249 wilayah di seluruh dunia. Bank benih terbesar dan paling ambisius di dunia ini dibangun di tanah permafrost di pulau Spitsbergen di Norwegia. Tujuan utama bank benih ini adalah untuk menjaga kelestarian tanaman pangan apabila terjadi krisis yang tidak diinginkan, termasuk bencana yang berakibat kepada kepunahan. Menurut National Geographic, Svalbard Global Seed Vault punya lokasi yang sempurna. Berada di ketinggian 400 meter di atas permukaan laut, serta di wilayah yang tidak dilalui jalur gempa, sehingga apapun yang terjadi – termasuk bila es kutub meleleh – tidak akan mempengaruhinya.

Apabila ilmuan, lembaga negara, organisasi bahkan pengusaha bisa melahirkan inisiatif yang signifikan untuk mencegah kepunahan benih atau hewan konsumsi, apa yang bisa kita sebagai individu lakukan? Salah satu cara yang ekstrem dikemukakan oleh Gary Paul Meghan, seorang etnobotani dan penulis buku Renewing America’s Food Traditions: Saving and Savoring the Continent’s Most Endangered Foods. Dalam bukunya, salah satu solusi yang ia sampaikan adalah mempopulerkan kembali bahan baku langka tersebut sebagai bahan makanan. Dengan pendekatan yang tepat dan terukur, bila popularitas bahan baku tersebut meningkat, maka akan semakin banyak orang yang akan membudidayakannya sehingga tidak lagi tergolong sebagai sesuatu yang langka. Namun untuk skala yang lebih besar, Laura Kehoe peneliti konservasi dari University of Victoria di Kanada menyatakan bahwa mengkonsumsi ternak yang diberi pakan gandum adalah salah satu penyebab utama kepunahan di masa mendatang. “Mengkonsumsi daging ternak yang diberi makan pakan sungguh tidak masuk akal di masa sekarang. Karena deforestasi besar-besaran salah satunya diakibatkan oleh lahan yang digunakan untuk memberi makan binatang yang akhirnya akan kita makan juga.” Terang Kehoe kepada media The Conversation. Pada akhirnya sebagai konsumen, menjadi cerdas dalam memilih bahan makanan bisa jadi salah satu cara kita untuk mencegah terjadinya kepunahan. Karena pertanyaan yang tepat bukanlah apakah hal itu akan terjadi, namun kapankah hal itu akan terjadi.

Kevindra Soemantri

Kevindra P. Soemantri adalah editorial director dan restaurant editor dari Feastin’. Tiga hal yang tidak bisa ia tolak adalah french fries, chewy chocolate chip cookie dan juga chicken wing.

Previous
Previous

Careers for Food Enthusiast

Next
Next

5 Things We Hope for In 2021