Meet Firmansyah Mastup, Founder of Jakarta Vegan Guide

Cerita Firmansyah Mastup mendirikan Jakarta Vegan Guide sebagai panduan lifestyle vegan di Ibukota.

IMG_7059.jpg

Apabila kamu manusia Jakarta yang pada lima hingga enam tahun lalu memutuskan menjadi seorang vegan, focus dengan makanan plant-based, atau mulai merasa bahwa ingin mengubah pola makan menjadi seimbang antara sayur dan daging, bisa dibilang tahun itu masih cukup sulit menemukan restoran dan tempat makan yang dapat memenuhi keinginan kamu. Namun lompat lima tahun – 2020 – keadaannya sudah berbeda. Hampir di tiap wilayah yang dikenal sebagai destinasi tempat makan urban pasti mempunyai restoran yang focus terhadap makanan plant-based atau vegan.

Kehadiran mereka muncul secara parallel dengan meningkatnya kesadaran masyarakat urban Jakarta tentang pola hidup yang seimbang, mindful eating, dan juga konsep ketenangan jiwa dan kesehatan mental (mental health). Bukan hanya tiga hal itu saja, tingginya minat generasi baru chef Ibukota untuk menggunakan bahan baku lokal yang sudah ada ataupun yang masih langka juga menjadi factor yang mendorong penggunaan bahan baku berbasis sayuran. Permakultur dan bertani tiba-tiba menjadi kegiatan yang disukai sebagian generasi milenial dan juga Gen-Z; restoran kontemporer pun juga turut menghadirkan set menu yang sungguh kreatif dengan satu janji: Kamu tidak akan kangen dengan daging setelah menikmati kreasi vegan mereka.

Dengan tingginya minat para putra dan putri Ibukota terhadap konsep plant-based dan vegan ini, kebutuhan untuk sebuah panduan lengkap pun diperlukan. Di sinilah Jakarta Vegan Guide kreasi seorang Firmansyah Mastup berdiri, sebagai panduan komprehensif segala hal tentang vegan di Jakarta. Kami berbincang dengan Firmansyah mengenai bagaimana ia mendirikan Jakarta Vegan Guide, serta hal lain yang menarik untuk diketahui.

1. Boleh ceritakan latar belakang Firman sampai akhirnya tercetus Jakarta Vegan Guide?

Dari kecil saya sangat menyukai makanan dan selalu membayangkan diri saya untuk bekerja di hotel atau restoran. Oleh karena itu saya memutuskan untuk melanjutkan sekolah perhotelan. Setelah lulus dari salah satu sekolah tinggi perhotelan di Jakarta, saya mencoba bekerja dibeberapa bidang di perhotelan dari mulai dapur hingga front-of the house. Lima tahun terakhir saya bekerja di RATIONAL sebagai Regional Sales Manager Indonesia dan Filipina. Mungkin beberapa chef yang membaca artikel ini akan mengenali saya sebagai “chef” sales dari RATIONAL, perusahaan terdepan di bidang combi-oven atau kitchen equipment yang berbasis di Jerman.

Pada April 2018, setelah menjalani vegan selama satu tahun, saya merasa media atau platform yang membahas atau meliput tempat vegan di Jakarta waktu itu masih sangat terbatas dan sulit ditemukan. Dari situlah tercetus ide untuk memulai platform Jakarta Vegan Guide.

2. Apa tujuan dari hadirnya Jakarta Vegan Guide?

Tujuan awal hadirnya Jakarta Vegan Guide sebenarnya sangatlah sederhana. Kita ingin menjadi platform yang bisa menjadi support system untuk mereka yang telah atau baru ingin mencoba gaya hidup vegan. Sama seperti deskripsi di Instagram @jakartaveganguide, kita berharap Jakarta Vegan Guide bisa menjadi the ultimate guide untuk mencari informasi mengenai tempat makan, produk vegan, acara hingga berita yang berhubungan tentang vegan di Jakarta.

3. Bagaimana approach Mas Firman dan Jakarta Vegan Guide untuk memperkenalkan kebaikan dari konsep veganism?

Gaya hidup tidak mengkonsumsi produk hewani di Indonesia masih dianggap sebagai gaya hidup yang ekstrim. Dan untuk menjadi seorang vegan, banyak hal yang mereka tidak bisa pahami, mungkin dari segi nutrisi, budaya ataupun agama. Oleh karena itu, kita sangat serius dalam mencari dan membuat evidence and science-based content yang seru, positif, inklusif dan relevan. Kita juga ingin menunjukan bahwa dengan menjadi vegan, kita masih bisa tetap menikmati makanan favorit kita dari mulai burger, rendang, sate hingga cake, tidak hanya salad, hahaha.

4. Apa yang mendorong diperlukannya awareness tentang makan sayuran dan buah?

Indonesia merupakan salah satu negara yang memproduksi sayuran dan buah-buahan tertinggi di Asean, namun berdasarkan statistic hanya 3% dari total populasi di Indonesia yang mengkonsumsi sayur dan buah-buahan yang cukup. Ini sangat ironis, dan jika kita melihat dari guidelines makanan yang ada di seluruh dunia termasuk Indonesia, 50% dari isi piring kita adalah sayuran dan buah. Sayangnya, tidak banyak yang menyadari pentingnya mengkonsumsi sayur dan buah di dalam hidup kita. Di zaman modern sekarang, penyakit seperti hipertensi, serangan jantung, stroke dan diabetes menjadi hal yang normal. Padahal ini bisa kita hindari dengan menjaga apa yang kita makan.

5. Kita enggak bisa menutup mata kalau masih banyak yang punya stigma veganism itu sebagai "cult" atau bahkan cenderung "elitist". Gimana tanggapan mas Firman?

Menurut saya wajar jika banyak yang beranggapan seperti itu. Karena semua hal baru biasanya akan selalu diterima dengan penolakan dan keraguan, seperti beberapa hal tabu atau budaya yang ada di Indonesia. Dan seiring dengan berjalannya waktu, hal itu menjadi sesuatu yang normal dan menjadi kebiasaan atau budaya baru.

Mengenai elitist, I think it’s just also normal untuk “kelas atas” yang sadar lebih dulu karena akses informasi mereka dalam mendapatkan informasi tersebut lebih cepat dibanding orang biasa pada umumnya. As they are rich, they want the best of everything for their life. Terutama mengenai kesehatan mereka.

6. Bagaimana Indonesia sendiri secara bahan baku dan budaya untuk mendukung masyarakat yang ingin menjadi vegan?

Indonesia merupakan negara agrikultur yang kaya akan segala jenis buah, sayuran, umbi-umbian, kacang-kacangan dan masih banyak jenis lainnya yang selalu tersedia sepanjang tahun. Dilihat dari tradisi Indonesia, makanan kita juga banyak yang memang aslinya sudah berbasis nabati. Jadi menurut saya, adalah sebuah privilege bagi orang Indonesia jika ingin menjadi seorang vegan. Hal yang paling mudah adalah pada saat kita ke pasar, kita bisa bandingkan berapa banyak jumlah bahan makanan yang berbasis nabati versus hewani.

7. Untuk Jakarta, sudahkah kota ini ramah bagi teman-teman yang menjadi vegan?

Jakarta adalah kota yang sangat ramah untuk para vegan, setiap kali kita pergi ke rumah makan atau restoran, pilihan vegan seperti gado-gado, ketoprak, lontong sayur, tempe, tahu, nasi pecel, sayur akan selalu kita temukan. Walaupun jika kita berbicara mengenai kuliner, eksplorasi kuliner makanan vegan di Jakarta mungkin memang masih terbatas, namun jika dilihat dari perkembangannya, kuliner vegan atau plant-based sangat berkembang pesat di Jakarta.

Apalagi dengan demand makanan sehat dan vegan semakin bertambah setelah pandemi karena orang ingin menjalani hidup sehat. Kita yakin dalam beberapa tahun kedepan, Jakarta akan memiliki lebih banyak kuliner vegan yang lebih bervariasi, sehat, murah dan kompetitif bahkan bisa menyamai Bali, London atau Berlin!

8. Apa rencana Jakarta Vegan Guide ke depannya?

Kita memiliki banyak rencana ke depan. Salah satu yang kita kerjakan sekarang adalah JVGX. Jakarta Vegan Guide X merupakan projek kolaborasi dengan brand atau perusahaan untuk memproduksi produk baru yang kita akan launching secara eksklusif. Salah satunya adalah burger joint di Jakarta, dimana kita akan membuat satu produk baru yang kita buat bersama.

Dengan latar belakang saya di bidang kuliner dan memasak, saya juga ikut serta dalam pembuatan produk kolaborasi ini. Kita berharap dengan projek kolaborasi ini, kita bisa memberikan excitement orang terdapat makanan vegan dan membuat orang lebih kreatif dalam membuat produk vegan ke depannya. I really believe most people won’t care if their food is vegan or not. As long as it tastes good!

9. Top five vegan restaurant Firman di Jakarta?

Sebenarnya lima tidak cukup, tapi jika harus memilih lima restoran pilihan saya jatuh ke lima restoran ini: Tiasa, Burgreens, Queens Tandor, The Roots dan Monty’s. Namun untuk catering atau bisnis online saya sangat suka dengan Baker Barn, keju vegan mereka dan cheesecake-nya sangat lezat. Dan saya suka juga dengan Lococo’s Creamery yang menjual – menurut saya – the best vegan ice cream in Jakarta.

10. Apa saran Firman kalau ada yang mau coba mulai menjadi vegan? Adakah tahapan-tahapan tertentu?

Hal yang pertama tanya diri sendiri kalian, apa alasan kalian ingin menjadi vegan. Setelah itu buka diri dengan hal hal yang bisa membantu menjalankan gaya hidup baru kalian, mulai dari mem-follow akun vegan di Instagram atau bertemu dengan orang yang memiliki ketertarikan yang sama. Saya bukan orang yang suka dengan quote yang terkesan seperti orang bijak, tapi saya sangat suka dengan quote ini: You will attract into your life whatever you focus on and your vibe attracts your tribe.

Kunjungi Jakarta Vegan Guide di www.jakartaveganguide.com

 

Feastin' Crew

Tim penulis yang selalu lapar, entah itu akan informasi baru atau masakan lezat di penjuru kota.

Previous
Previous

Mikael Mirdad, Impresario New Nightlife Jakarta

Next
Next

Dear Restaurant, Salahkah Saya Makan Sendirian?